Lihat ke Halaman Asli

Kesadaran untuk Menyetubuhi Tuhan

Diperbarui: 15 Januari 2016   07:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Di Indonesia kita dipaksa untuk “memeluk” sebuah agama resmi. Padahal hidup merupakan sebuah proses tanpa henti. Tidak ada ujung dalam pencarian Kebenaran atau Tuhan atau Spiritualitas Inti. Perubahan pola pikir mewarnai selalu. Satu yang ingin dicapai, yaitu Kebahagiaan dan Kedamaian Sejati.

Saat kita tidak lagi hanya sekedar sibuk di permukaan dengan “memeluk” agama, namun masuk lebih dalam lagi dengan “menyetubuhi” Tuhan, di situlah kita paham bahwa inti dari semuanya adalah persatuan mistik dalam Tuhan. Persetubuhan dengan Tuhan yang berarti persatuan mistik dalam Tuhan ini termanifestasi dalam tindakan kasih.

Mulai dari Permukaan dan perlahan masuk ke Kedalaman

Persatuan mistik dalam Tuhan sebenarnya tidak mungkin bisa didefinisikan. Pendeskripsian akan apa itu Tuhan sering mengaburkan kita untuk menyelami dan mengalami pengalaman langsung bersamaNya. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa kita pasti disibukkan dengan pikiran-pikiran yang menghasilkan konsep-konsep karena kita mempunyai otak yang berpikir.

Kita memang lebih sering terjebak di permukaan. Kita lebih peduli dengan perdebatan-perdebatan konsep, entah itu konsep kebenaran ataupun konsep moral, yang sebenarnya tidak menyentuh Spiritualitas Inti sama sekali karena sudah pasti dibatasi oleh konsep bahasa kita dan dunia fisik. Pertandingan konsep merajalela, kita lupa bahwa konsep tidak mewakili kenyataan secara keseluruhan. Yang terjadi kemudian adalah sebuah kesombongan, di mana kita mulai merasa memegang sebuah kebenaran dan mulai merendahkan orang lain. Pemikiran rumit, penuh analisis, dan ketidakspontanan akan semakin mewarnai hidup kita. Kita menjadi penuh pertimbangan ketika ingin melakukan sesuatu, di mana hal ini berujung pada ketidakmampuan berbuat.

Semua konsep-konsep (entah itu filsafat, agama, moral, ideologi, ekonomi, politik, pengetahuan alam) sudah seharusnya dilampaui setelah kita melaluinya terlebih dahulu. Singkatnya konsep-konsep itu berguna untuk dipelajari dan kemudian dilepas, lalu dilampaui. Spiritualitas Inti / persatuan mistik dalamTuhan / pencapaian Kedamaian Sejati hanya bisa kita alami secara langsung tanpa pendeskripsian apapun.

Saat kita mulai mengerti dan menjalani secara sederhana apa yang biasa disebut dengan Kasih, disitulah Kebahagiaan Sejati berada. Di kedalaman inilah kita tidak lagi memperdebatkan hal-hal permukaan, namun hidup alami dengan menyebarkan Kasih. Perbedaan-perbedaan mengenai apapun tidak lagi penting dan menganggu diri kita dalam penyebaran Kasih karena kita tahu bahwa perbedaan itu sebenarnya tidak ada. Sebuah penilaian tidak lagi mewakili apapun. Pembuktian mengenai apapun tidak menjadi prioritas utama. Rasa ingin tahu yang selalu menyembunyikan kecemasan di dalamnya pun lenyap. Semua menjadi „tidaklah sepenting itu“. Memang pada dasarnya tindakan kasih itu selalu sederhana, bebas, alami, dan membahagiakan. Kasih tidak mampu terdefinisikan, namun hanya dapat dialami secara langsung.

„Aku memang tidak tahu apa-apa, namun aku memahami apa itu Kasih“

Bonn, 13.01.2016, 00:30

More: https://penjaringangin.wordpress.com/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline