Lihat ke Halaman Asli

Perjalanan Hari Ini

Diperbarui: 18 Juni 2015   05:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari ini adalah hari kelahiranku,namuninilah hari kematianku pula.Ya begitulah teman.Saat aku baru menghirup nafas di awal kehidupanku,saat itu pulalah aku mengakhirinya.Dapat kudengar tangisan kedua orang tuaku setelah mengetahui bahwa bayi yang didamba-dambakan mereka selama bertahun-tahun tidak dapat memulai kehidupannya di dunia.

Kurasakan rohku melayang dan aku pun bertanya kepada Tuhan,”Mengapa aku tidak boleh merasakan indahnya dunia?”.Tapi tidak kudengar jawaban dari Tuhan.Berhari-hari jiwaku melayang menunggu jawaban Tuhan namun tetap tidak ada jawabnya.Aku pun bingung mengapa rohku belum dipanggilnya di alam sana.Daripada bosan berdiam menunggu di sini,aku pun memutuskan untuk melihat-lihat dunia meskipun tidak ada yang dapat aku berikan kepada dunia.

Kutelusuri sebuah kota.Aku kagum melihat gedung-gedung pencakar langit yang begitu tinggi,taman-taman hiburan,pegunungan yang begitu indah serta canda dan tawa dari manusia yang dapat merasakan indahnya kehidupan dunia.Taukah kau?Aku iri melihat semua ini.Kulanjutkan perjalananku, di sana aku lihat ada sebuah keramaian para lelaki memakai peci berteriak “Allahuakbar”.Aku senang melihat mereka,menurut kabar yang kudengar orang yang menggunakan peci dan jubah putih tentulah orang suci dan taat beragama.Semakin aku mendekati mereka dapat kulihat apa yang sedang mereka lakukan.Kulihat bar-bar dihancurkan,orang-orang ditampar dan dipukul semena-mena.Sambil berteriak “Allahuakbar” mereka katai orang-orang itu dengan sebutan “kafir”.Kok bisa?Padahal dari kabar yang kudengar,Rosid yang mereka katai itu rajin sholat di masjid,meskipun ia bekerja sebagai seorang bartender.Bahkan 10% penghasilannya selalu ia dermakan ke sebuah panti sosial.

Bertolak belakang dengan Abdullah yang termasuk dalam kelompok berpeci itu.Kudengar ia memiliki banyak istri yang ia dapatkan sebagai ganti rugi dari beberapa keluarga yang tidak mampu melunasi utang dengan bunga tinggi kepadanya.Di samping kerumunan itu, kulihat aparat kepolisian bersiaga.Tapi kok hanya bersiaga?Tidak ada tindakan berarti dari mereka,kecuali membentuk formasi yang terlihat keren,tanpa ada usaha pencegahan kekerasan.Apa mereka takut?Ataukah mereka hanya menunggu perintah dari atasan?Karena sejak pelatihan mereka hanya terprogram untuk menuruti perintah atasan.Mereka akan berkata ya saat atasan itu mengatakan ya,mereka akan berkata tidak saat atasan itu mengatakan tidak.Sulit sekali untuk bertindak sesuai hati nurani mereka pribadi.

Hey kulihat ada kilauan cahaya.Ternyata mereka para wartawan.Keringat bercucuran di dahi mereka.Dalam hati mereka terbersit sebuah senyuman ketika melihat peristiwa fenomenal yang terjadi meskipun hal itu merugikan banyak orang.Sebuah senyuman yang menentramkan hati mereka.”Dengan berita fenomenal ini aku akan mendapatkan bonus dari kantor,anak-anakku dapat kubelikan tas dan sepatu baru”.Itulah yang dipikirkan sang wartawan.Mereka lupa dengan apa yang dirasakan para korban kekerasan itu dan hanya terfokus pada perasaan bahagia yang akan dirasakan anak-anaknya.

Hari menjelang malam masih kutunggu jawaban dari Tuhan, mengapa aku tidak diberi kesempatan menikmati dunia ini? Hey, akhirnya aku sadar.Tuhan sudah memberiku jawaban melalui peristiwa hari ini,bila aku hidup di dunia saat ini aku akan merasakan dunia yang penuh kemunafikan,kebencian,keegoisan,dan kebohongan.Terima kasih Tuhan ternyata apa yang Kau rencanakan dalam hidupku jauh lebih indah dari pada yang mampu aku bayangkan.Ternyata kematian lebih indah dari pada kehidupan.

Seorang bercahaya putih terang memiliki sayap yang begitu indah dan senyumnya menghangatkanku, serta seorang lagi yang penuh dengan kegelapan dan senyumnya mencekam berdiri didepanku.Siapakah yang akan membawaku Tuhan?Kali ini aku tidak butuh jawaban.

Terinsipirasi dari lagu “Gossip Jalanan” Slank.

Cerpen ini hanya melihat berdasarkan satu sisi kehidupan, yaitu sisi buruk kehidupan dan tidak bermaksud menjelek-jelekkan siapapun. Kebebasan berkreasi harus tetap kita junjung tinggi kan??

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline