Satire dan Gejala Negatif
Ada kiriman tautan artikel yang diterbitkan pada 21 Juli 2015 dengan judul : 35.000 Triliun Hilang Dalam Tiga Hari yang ditulis Dahlan Iskan. Artikel tersebut berkisah tentang kejadian “nyemplung” nya (plunge) harga saham di bursa Shanghai Tiongkok pada 6-8 Juli 2015. Ada beberapa kajian causal-effect dalam artikel dan prakiraan kerugian para “investor” yang dapat dihitung dengan cara sederhana menggunakan kalkulator. Tetapi angka 35.000 Triliun menjadi sesuatu yang menarik jika dihubungkan dengan penulis artikel yang adalah mantan Direktur Utama PLN dan sangkaan yang sedang dikenakan serta proyek pembangunan ifnrastruktur pembangkit listrik 35.000 Mega Watt. Kemiripan tidak sengaja atau memang disamakan. Tentu hanya penulis artikel yang paham.
Atas shock yang terjadi di bursa saham Shanghai tersebut, berbagai tulisan dan analisis melihatnya dari berbagai aspek. Ada yang melihat dari latar belakang Tiongkok yang menganut paham sosialis dan mengaitkannya dengan “new life style” masyarakat serta ada juga yang melihat dari fundamental perekonomian Tiongkok. Ekonomis terkenal Paul R. Krugman melihat kerentanan fundamental ekonomi Tiongkok setelah bertumbuh hingga “double digit” berbasis pada investasi kemudian harus bergeser dengan meningkatkan porsi konsumsi masyarakat. Kejadian shock ini merupakan indikasi awal adanya sesuatu yang tidak beres dan kelak mungkin muncul dalam bentuk lain dan berdampak fatal. Dalam beberapa tahun sebelumnya, tabungan masyarakat Tiongkok tinggi dan membuat pendanaan pembangunan tangguh. Tetapi juga berkembang “shadow banking” yang melakukan praktek sebagaimana layaknya perbankan. Ada ekonomis yang menyoroti transparansi data perekonomian Tiongkok dan hal ini sering membuat bingung dalam mengkaji kemajuan perekonomian. Bahkan Stephen Roach, ekonomis dari Yale School of Management, melihat tanda-tanda manipulasi pada pasar saham Tiongkok.
Dengan mencermati : (i) penurunan angka pertumbuhan ekonomi Tiongkok; (ii) penurunan harga-harga komiditi termasuk mineral, minyak mentah dan gas, emas; (iii) “currency wars” (perang devaluasi atau penurunan nilai tukar mata uang terhadap mata uang asing) sebagai bentuk lain penurunan harga barang ekspor; (iv) krisis utang dan penurunan pertumbuhan pada beberapa negara seperti Yunani dan beberapa negara di Eropa (Portugal, Spanyol, Ukraina), di Amerika Latin (Argentina, Mexico), kawasan Afrika Utara, serta Rusia (yang mengandalkan penjualan minyak); ancaman deflasi atau penurunan harga dalam waktu berkepanjangan terus mengancam. Apakah kejadian di pasar saham Tiongkok merupakan indikasi awal ambruknya sistem keuangan dunia yang akan menyeret kedalam krisis besar sebagai dampak deflasi dan sehingga muncul “Great Deflation” ?
Ilusi Hampa
Pemain atau investor di bursa saham Shanghai sekitar 85% merupakan investor retail (kecil) yang mengharapkan “gain” dengan bermain saham ala kasino sehingga karakter spekulasi dominan. Upaya mendapatkan keuntungan besar dilakukan dengan cara melakukan banyak transaksi walaupun hanya memberikan “gain” kecil. Berbeda dengan pola pikir investor besar yang melihat dari sisi fundamental dan time horizon panjang. Sebagai contoh dapat dilihat pada historical chart Bursa saham Shanghai berikut ini (diambil pada Bloomberg tengah hari 30 Juli 2015).
Angka kerugian investor merupakan hasil perhitungan yang merujuk pada puncak indeks saham 12 Juni 2015 dan shock pada 6-8 Juli 2015. Untuk investor yang berwawasan jangka panjang, misalnya telah memegang saham sejak awal tahun, shock tidak terlalu berdampak. Tetapi berbeda dengan investor retail yang sangat merasakan kerugian akibat shock tersebut. Prakiraan jumlah “lost” yang dalam Rupiah nilainya 35.00 triliun tersebut ibarat ilusi (atau impian) kehilangan sejumlah besar uang dalam waktu singkat.
Sulit membayangkannya tetapi demikianlah yang terjadi. Bermain saham dengan memperlakukan pasar saham bak kasino dan perilaku sarat spekulasi akan menghadapi keadaan yang penuh kecemasan (fears), kepalsuan (fake), keganasan (fierce) kecurangan (fraud) dan kemulukan semu (fairy-tale).
Investor yang berwawasan jangka panjang pun sering tergoda dan terpengaruh ikut berspekulasi agar mendapatkan keuntungan dalam waktu singkat (quick yield). Perubahan perilaku ini terjadi akibat pengaruh informasi yang menggiring (herding) atau terimbas dan terkena efek ikut-ikutan (bandwagon effect) sehingga menjadi irasional dalam pengambilan keputusan.
Perilaku akan mempengaruhi sikap dalam pengambilan keputusan. Tetapi sikap spekulasi yang tergiring informasi sesat atau menjadi irasional akibat ikut-ikutan pada akhirnya hanya akan menuai kerugian.
Berputar tanpa Belenggu