Fenomena dalam Resesi Global
Resesi menjadi buah dari Pandemi COVID-19 yang menimpa hampir seluruh perekonomian negara berbagai penjuru dunia. Dalam kondisi resesi dengan penurunan pertumbuhan mucul fenomena lain yang berdampak pada penyusutan perekonomian (shrinking) yaitu spiral deflasi yang secara sederhana dapat dipahami sebagai lawan dari inflasi atau kenaikan harga. Jika kenaikan harga atau inflasi selalu bermakna negatif; kondisi sebaliknya disinflasi atau penurunan harga selayaknya disambut dengan gembira. Apa yang terjadi jika penurunan harga tersebut terus berlanjut dalam waktu panjang atau disebut spiral deflasi ?
Gambaran siklus deflasi diberikan pada Peraga-1.
Siklus deflasi atau inflasi negatif seperti yang dialami perekonomian Indonesia dalam 3 (tiga) bulan terakhir, pada kenyataannya mengindikasikan jika penurunan harga yang berlangsung panjang dan akan menekan pendapatan dunia usaha; berdampak pada pengendalian biaya dan penurunan minat berinvestasi. Kondisi demikian menyebabkan tekanan pada pendapatan tenaga kerja dan berkurangnya lapangan kerja baru; berlanjut dengan penurunan daya beli serta permintaan sehingga terjadi keadaan "oversupply", yang kembali menggoda dunia usaha untuk menurunkan harga. Penurunan pendapatan dunia usaha menyebabkan penurunan penerimaan pajak. Sementara berkurangnya lapangan kerja akan menimbulkan masalah sosial dan menambah beban pemerintah untuk bantuan sosial. Secara perlahan tetapi pasti perekonomian akan menyusut karena tidak terjadi peningkatan output tetapi sebaliknya.
Fenomena lain yang sedang menggelora adalah duet defisit anggaran dan peningkatan utang pemerintah. Sejalan dengan penurunan penerimaan akibat pembatasan atau PSBB dan peningkatan bantuan serta upaya stimulus dengan peningkatan belanja pemerintah, berdampak pada defisit anggaran yang capai besaran 6% dan harus ditutup dengan penambahan utang pemerintah melalui penerbitan berbagai instrument pinjaman. Dibalik ancaman resesi tersebut, perekonomian digital bertumbuh dan merupakan wujud disrupsi inovasi dalam bingkai "digital & sharing economy". Kehadiran aplikasi berbagai aplikasi yang memfasilitasi transaksi on line dan menjanjikan kemudahan serta biaya lebih murah sebagai alternatif pasar dan membuka akses serta meningkatkan transaksi bagi Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) dalam penyediaan barang dan layanan; namun mengusik kemapanan pelaku usaha yang sudah ada pada pasar konvensional.Dalam situasi demikian, ada satu hal yang akan segera diberlakukan yaitu perpajakan yang menjadi bagian penerimaan pemerintah.
Dengan kondisi deflasi serta eforia ekonomi digital, layanan publik dan pembangunan infrastruktur harus terus berlangsung yang membutuhkan dana dalam jumlah besar. Sementara penerimaan pemerintah melalui pajak mengalami tekanan sehingga buahnya seperti disampaikan di atas adalah defisit anggaran terus meningkat.
Resesi Global – Negara OECD
Gambaran prakiraan pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto atau GDP : Gross Domestic Product) khususnya dalam lingkup OECD diberikan pada Peraga-2.
Gambaran prakiraan pertumbuhan negara OECD pada 2020 mengindikasikan kondisi suram pada beberapa tahun mendatang. World Bank memprakirakan waktu 2 tahun untuk pemulihan. Dengan pemahaman negara-negara OECD sebagai lokomotif perekonomian global, sepertinya akan butuh lebih panjang dengan asumsi Pandemi COVID-19 tidak berlangsung berkepanjangan. Kondisi demikian akan berpengaruh terhadap pemulihan perekonomian Indonesia dalam skenario Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)
Penyusutan Ekonomi
Sejalan dengan penurunan pertumbuhan dan tambahan beban spiral deflasi, penyusutan perekonomian menjadi ancaman. Gambaran penyusutan dapat dilihat pada pertumbuhan sektor ekonomi pada Triwulan-1 dan Triwulan-2 yang diberikan pada Peraga-3.