Dekade Suram Global
Dalam satu dekade terakhir, perekonomian global mengalami tekanan besar akibat Krisis Finansial yang melanda negara maju. Bermula dari pasar finansial US tularannya berlanjut ke kawasan Uni Eropa dan Jepang; yang paling terdampak adalah keberlanjutan pertumbuhan ekonomi. Dengan sistem perekonomian global yang sudah saling terhubung, perdagangan merupakan faktor penting bagi penerimaan negara yang mengandalkan komoditas ataupun produk. Penurunan penerimaan dari perdagangan akan berdampak pada permintaan ataupun belanja domestik serta antar negara.
Gambaran perdagangan global dalam satu dekade (2006 - 2016) terakhir diberikan pada Peraga-1.
Peraga-1 : Trend Perdagangan Global 2006 - 2016
Setelah sempat mengalami pertumbuhan positif, sejak 2012 perdagangan global tumbuh di bawah 2,5%; bahkan negatif pada 2015 dan 2016. Pertumbuhan perdagangan ini lebih rendah daripada pertumbuhan ekonomi global yang besarnya pada kisaran 3%. Kondisi ini berkaitan erat dengan penurunan harga komoditas seperti digambarkan pada Peraga-2
Peraga-2 : Trend Indeks Harga Komoditas (Energi dan Non Energi) 2007 - 2017
Peraga-2 menunjukkan indeks harga energi sejak pertengahan 2015 berada di bawah indeks 2009; demikian juga komoditas non energi. Penurunan harga energi berkaitan dengan fenomena Oil Glut yaitu produksi meningkat sementara permintaan menurun. Turunnya permintaan merupakan implikasi tekanan pertumbuhan yang terjadi pada negara maju dan industri sebagai efek lanjutan Krisis 2008; dan kondisi ini terus berlanjut walaupun sudah dilakukan upaya melalui kebijakan stimulus. Penurunan harga minyak bumi dan gas alam sangat berdampak pada perekonomian negara produsen seperti Venezuela, Nigeria, Rusia; bahkan Arab Saudi yang harus mengalami defisit anggaran sejak 2015.
Dalam kondisi perdagangan dan pertumbuhan global yang tertekan, sulit bagi perekonomian Indonesia bertumbuh dengan mengandalkan perdagangan global. Sehingga pilihannya pada pasar domestik melalui peningkatan konsumsi dan investasi.
Gejolak Nilai Tukar dan Dampak Lanjutan
Pada sisi lain, lonjakan nilai tukar mata uang Rupiah terhadap Dolar Amerika sejak pertengahan 2013 hingga triwulan-3 2015 menyebabkan peningkatan beban utang bagi korporasi yang pinjamannya dalam valuta asing. Gambaran lonjakan diberikan pada peraga berikut ini.
Peraga-3 : Lonjakan Kurs Tukar Rupiah - USD