Depresi dan Defisit
Sesi debat kedua calon presiden USA 2016 yang dilaksanakan di Washington University in St. Louis, baru saja usai. Dari beberapa topik dalam perdebatan tersebut, menarik untuk mengkaji tiga hal yaitu : depresi ekonomi, defisit anggaran, dan energi. Tri-masalah ini saling berkaitan dan menggambarkan kondisi global yang dipengaruhi fenomena "New Normal" (Lihat artikel : Anomali atau "Norma Baru" tetapi Faktanya Fenomenal). Berbagai upaya serta kebijakan telah dilakukan baik oleh masing-masing negara, juga dalam ikatan kerjasama ekonomi (misalnya APEC, G20) ataupun dalam kebersamaan multilateral (IMF, World Bank, Asian Development Bank) demi mengatasi trimasalah ini; tetapi hasilnya belum memberikan indikasi yang menggembirakan. Pertumbuhan ekonomi global tetap dalam tekanan (Lihat laporan World Bank, June 2016).
Peraga-1 : New Norm Global
Amerika Serikat atau USA adalah negara dengan GDP Nominal terbesar diatas European Union dan China; sedangkan G20 merupakan kelompok negara dengan pangsa 80% GDP global. Dengan posisi demikian, sangat diharapkan G20 menjadi motor pemulihan dari depresi perekonomian global.
Peraga-2 : Pangsa GDP G20.
Sumber Informasi : GDP Nominal By Country - 2015 (dengan pengolahan). GDP : Gross Domestic Product atau PDB : Produk Domestik Bruto.
Untuk memahami posisi Indonesia terhadap G20 dan USA, Peraga berikut memberi gambaran pertumbuhan GDP dan defisit anggaran.
Peraga-3 : Pertumbuhan GDP Pra Krisis Finansial 2008 hingga 2021 (Proyeksi).
Peraga-4 : Defisit Anggaran terhadap GDP.
Sumber Informasi Peraga-3 dan Peraga-4 : IMF (dengan pengolahan)
Memperhatikan Peraga-3 dan Peraga-4, dapat dilihat bahwa pertumbuhan GDP Indonesia di atas USA dan rerata G20 (walaupun di bawah India dan China); sedangkan defisit anggaran diproyeksikan hingga 2017 masih lebih rendah dibandingkan USA dan rerata G20. (Lihat artikel : Indonesia "Lokomotif Pemulihan Global" Ibarat Ripley's Believe It or Not!).