Pertumbuhan Global
Berdasarkan Hukum Pareto pada GDP Global, 80% GDP berada pada 20 negara termasuk Indonesia (Lihat Tabel-1 berikut ini).
Jika dikaji lebih dalam, ada 3 (tiga) polar atau kutub (Tripolar Global) penggerak perekonomian global yang dominan saat ini yaitu negara-negara yang tergabung dalam Trans Pacific Partnership (TPP), mencakup USA, Japan, Canada, Australia dan beberapa negara ASEAN seperti Singapore, Malaysia; negara-negara dalam European Union (masih mencakup United Kingdom, dikenal dengan sebutan EU-28). dan negara-negara BRICS (Brazil, Russian, India, China, South Africa).
Posisi Indonesia dalam pertumbuhan Tripolar Global dapat dilihat pada Grafik berikut ini.
Sumber Informasi : OECD Statistics
Pertumbuhan EU-28 pada dua triwulan 2016 berada di bawah 2% dengan kecenderungan rata; USA di bawah 2% dengan kecenderungan turun. Dari kelompok BRICS, hanya India dan China yang tumbuh positif; pertumbuhan China dalam dua triwulan 2016 pada 6,7%; India masih sedikit di atas 7% dengan trend China dan India turun. Berlawanan dengan kondisi global, pertumbuhan Indonesia sedikit di atas 5% dengan trend naik.
Siklus Super
Pemahaman akan siklus super (siklus tahunan panjang) diambil dari Kondratieff Wave; bukan sekedar siklus perekonomian yang mencakup Peak, Recession, Trough, dan Recovery dengan rentang 7-8 tahun untuk masing-masing siklus. Dalam 100 tahun terakhir, tercatat 4 krisis besar perekonomian global masing-masing Great Depresion 1929-1939, Oil Crisis 1973 - 1974, Black Monday 1987, dan Krisis Finansial 2007-2008; khususnya yang terakhir ini dampaknya masih sangat berpengaruh. Sementara sejak awal Abad XXI, perekonomian global menikmati "Boom Commodities" sejalan dengan pertumbuhan double digit China dan juga pertumbuhan di USA serta European Area.
Pasca Boom Commodities muncul kondisi Deflation Spiral Commodities atau penurunan harga komoditas dan Krisis Financial serta timbul gejolak baru, dikenal sebagai Disruptive Economy. Hal ini ditandai dengan booming Electronic Commerce (eCom) dan Ekonomi Digitas serta start-up company (atau Digital Entepreneur). Pada kenyataannya pasca Krisis Finansial, pertumbuhan global suram; yang dipengaruhi 2 (dua) hal utama yaitu tekanan ekonomi dan keuangan (khususnya utang negara berkembang) dan "secular stagnation".
Dalam secular stagnation", kebijakan stimulus moneter terasa mandul. Dengan suku bunga pinjaman yang sangat rendah (mendekati nol prosen), kegiatan investasi tetap rendah dan konsumsi masyarakat tidak meningkat; ini diindikasikan tingkat inflasi (berdasarkan indeks harga konsumsi) rendah bahkan cenderung deflasi (penurunan harga dalam jangka panjang).
Investasi dan Perdagangan Global