Tengah pekan lalu Badan Pusat Statistik (BPS) memublikasikan data ekspor dan impor Agustus 2016 dengan surplus sebesar USD 293 juta. Sejak awal 2016, neraca perdagangan selalu surplus; gambarannya bersama Cadangan Devisa diberikan pada Peraga-1, untuk masa Agustus 2015 - Agustus 2016.
Sumber informasi. Surplus Perdagangan : Badan Pusat Statistik (BPS) dan Cadangan Devisa : Bank Indonesia - Indikator Moneter
Untuk masa satu tahun (September 2015-Agustus 2016), surplus mencapai USD 5,86 Miliar dengan rerata surplus bulanan USD 488 Juta; dibandingkan masa sebelumnya (September 2014 - Agustus 2015), nilai surplus naik 8,9%. Posisi cadangan devisa akhir Agustus 2016 besarnya USD 113,5 Miliar atau bertambah 7,8% dibandingkan dengan akhir Agustus 2015. Kenaikan surplus perdagangan dan peningkatan cadangan devisa ini terkesan kabar baik; apalagi dibandingkan dengan neraca perdagangan India yang terus mengalami defisit (defisit perdagangan bararang Agustus 2016 USD 7,6 miliar).
Tetapi jika dikaji lebih lanjut, kondisi surplus perdagangan terjadi tanpa kenaikan impor barang modal. Sementara barang modal merupakan kebutuhan untuk peningkatan produksi. Hal ini menunjukkan bahwa belum terjadi peningkatan investasi di sektor produksi.
Peraga-2 memberikan gambaran aliran FDI (Foreign Direct Investment) ke Indonesia dan India.
Sumber informasi : OECD - Foreign Direct Investment Statistics
Pada masa 2015 dibandingkan dengan 2014, aliran FDI menuju India meningkat 29,5%, sementara yang menuju Indonesia turun 26,3%. Dengan demikian dapat dipahami bahwa India mengalami defisit perdagangan akibat peningkatan impor barang modal sejalan dengan peningkatan aliran dana FDI; sebaliknya kondisi surplus Indonesia selaras dengan penurunan aliran FDI dan rendahnya impor barang modal.
Kenaikan cadangan devisa yang terjadi lebih banyak merupakan dampak aliran investasi portofolio yang berbiak di pasar uang dan pasar saham. Kondisi ini rentan gejolak dan sangat dipengaruhi perilaku spekulasi serta sentimen para "pemain". Akibat dari aliran investasi portofolio ini nilai tukar mata uang Rupiah terhadap mata uang asing, terutama Dolar Amerika, mengalami apresiasi dan berdampak pada penurunan ekspor dan peningkatan impor.
Mengapa tren India meningkat sementara Indonesia turun ? Jika dibandingkan peringkat Ease of Doing Business (EODB), peringkat Indonesia : 109 sementara India : 130; untuk Logistic Performance Index (LPI), Indonesia pada peringkat 63 dan India pada peringkat 35.
Salah satu pertimbangan FDI adalah ukuran pasar domestik; dalam hal ini India hampir lima kali Indonesia; walaupun untuk PDB per kapita (harga yang berlaku) Indonesia dua kali India (lihat data World Bank - GDP Per Capita). Melalui peluncuran berbagai paket deregulasi (Paket Stimulus Ekonomi) sejak September 2015, pemerintah mengupayakan perbaikan birokrasi dan memberikan "kemudahan" bagi penanaman modal.
Ternyata kebijakan ini belum menarik minat investor. Berdasarkan survey UNCTAD (World Investment Report 2016), kerja sama ekonomi regional seperti TPP (Trans Pacific Partnership) atau RCEP (Regional Comprehensive Economic Partnership) menjadi faktor penentu selain perkembangan teknologi dan pertumbuhan ekonomi digital, serta harapan atas pertumbuhan usaha pada masa mendatang. Faktor stabilitas sosial politik dalam negeri, geopolitik kawasan dan ancaman keamanan seperti terorisme serta ancaman dunia siber, kondisi utang pemerintah (publik) dan perlakuan terhadap penanam modal asing yang dapat mengancam kelangsungan investasi termasuk kebijakan dalam divestasi, juga menjadi pertimbangan penanam modal.