Cadangan Devisa dan Nilai Tukar
Berdasarkan informasi Bank Indonesia (BI) melalui SDDS (Special Data Dissemination Standard), posisi cadangan devisa Indonesia besarnya seperti yang diberikan pada Peraga-1 (Posisi terakhir : Mei 2016).
Memperhatikan Peraga-1, secara rerata cadangan devisa berada pada kisaran USD 100 Miliar, cadangan pada IMF meningkat dari USD 202 Juta menjadi USD 1,1 Miliar, kontribusi pada SDR (Special Drawing Right) turun dari USD 2,4 Miliar menjadi USD 1,5 Miliar; sedangkan nilai cadangan emas cenderung stabil pada kisaran USD 3 Miliar, demikian juga cadangan lainnya pada kisaran USD 560 Juta. Informasi tambahan, sebagian dari cadangan devisa Indonesia diinvestasikan pada US Treasury Securities; per April 2016 nilainya USD 18,79 Miliar.
Dengan posisi cadangan devisa tersebut, apakah dampaknya pada nilai tukar Rupiah dengan Dolar Amerika (USD) serta Indeks Efektif Nilai Tukar (Real Effective Exchange Rate) ? Peraga-2 memberikan gambaran beserta trend-nya.
Dari Peraga-2, ditunjukkan trend cadangan devisa turun (garis putus biru); trend nilai tukar sedikit menguat dan indeks nilai tukar efektif cenderung stabil. Dengan demikian, trend turun cadangan devisa tidak berpengaruh pada nilai tukar dan indeks nilai tukar.
Defisit Anggaran
Pasca Krisis Keuangan 2008, muncul beberapa norma baru global seperti "negative interest", pertumbuhan ekonomi rendah, "secular stagnation" (kebijakan "ease money" tidak dapat mendorong pertumbuhan), deflasi komoditas dan energi. Dalam kondisi sektor private terhimpit "Balance Sheet Recession", maka pemerintah perlu melakukan inisiatif dalam "spending" (belanja) yang berdampak pada defisit anggaran meningkat.
Posisi defisit anggaran Indonesia dan perbandingannya dengan negara lain diberikan pada Peraga-3.
Memperhatikan Peraga-3 untuk masa 2010 - 2016, secara rerata defisit anggaran Indonesia di bawah 3% (Hal defisit anggaran (ambang batas 3%) dan rasio utang (ambang batas 60% PDB) ini merupakan amanat UU No. 17/2003, pada pasal 12 dan penjelasannya). Kondisi defisit anggaran Indonesia lebih baik dari rerata negara-negara G20; demikian juga terhadap India, Malaysia, dan Brazil serta China yang pada 2015 dan 2016 (proyeksi) lebih tinggi.
Defisit anggaran selalu dikaitkan dengan peningkatan utang. Berdasarkan dokumen posisi utang pemerintah yang diterbitkan Kemenkeu (DJPPR) , rasio utang pemerintah berada pada kisaran 27%. (Lihat publikasi Kemenkeu - DJPPR, terbitan Juni 2016). Posisi ini pun jauh dibawah ambang batas. Apakah kemudian utang ini akan menjadi beban pada masa mendatang ? Jawabannya : TIDAK dan sebaliknya akan mempercepat pertumbuhan (Lihat artikel : Defisit atau Utang? Bukan Dilema!).