Inflasi dan Depresiasi
Tingkat inflasi November 2015 diumumkan sebesar 0,21% dan untuk tahun berjalan 2,37%. Tersisa satu bulan lagi, kecuali ada kejadian luar biasa, tingkat inflasi 2015 diprakirakan tidak melebihi 3,5%. Sementara, pada jelang akhir November 2015 nilai tukar Rupiah (IDR) terhadap Dolar Amerika (USD) mengalami depresiasi.
Gambaran inflasi dan nilai tukar dalam 36 bulan terakhir diberikan pada Grafik-1 berikut ini.
Sumber informasi : Bank Indonesia - Calculator dan BPS - Inflasi
Dari grafik ditunjukkan bahwa dalam 36 bulan terakhir trend inflasi turun sementara depresiasi nilai tukar IDR terhadap USD naik.
Dapat disimpulkan bahwa kebutuhan konsumsi, yang sangat mempengaruhi inflasi, tidak banyak membutuhkan barang impor atau dengan perkataan lain tidak terjadi "imported inflation".
Tingkat pertumbuhan Triwulan-3 2015 sebesar 4,73% (dibandingkan triwulan sebelumnya 4,67%), dicapai dalam kondisi nilai ekspor turun. Sehingga dapat dikonklusikan bahwa pertumbuhan GDP (Gross Domestic Product) lebih banyak didorong sektor konsumsi dan kegiatan investasi domestik' tidak terlalu bergantung pada ekspor.
Dalam kondisi tingkat inflasi turun, Bank Indonesia tetap mempertahankan suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 7,5%. Sikap konservatif ini timbul akibat faktor eksternal yang sarat ketidakpastian.
Faktor Eksternal
Kondisi pertumbuhan perekonomian China yang turun dan gejolak akibat masuknya Renminbi dalam basket SDR (Special Drawing Right) IMF dianggap menjadi sumber gejolak. (Lihat : Internasionalisasi Renminbi : Kebanggaan Semu China).
Keputusan The Fed USA menaikkan suku bunga acuan (Fed Rate), diprakirakan pertengahan Desember 2015, akan menimbulkan gejolak termasuk ancaman capital flight atau aliran dana keluar dari Indonesia.