Indominomics dan Supply Side Ekonomi
Sebelum telaah lebih lanjut permasalahan perekonomian Indonesia, akan diperkenalkan pemahaman. Pertama tentang istilah Indominomics yang dapat diurai antara lain : Indo bermakna Indonesia; Indomi dapat berkonotasi dengan produk mi cepat saji (instan); Domino mungkin langsung teringat pada permainan dengan 28 kartu serta istilah Domino Effect; dan Nomics sendiri berkaitan dengan ekonomi. Indominomics dimaknai sebagai Initiatif Kebijakan Ekonomi yang membaur berbagai faktor dan kondisi yang berolaborasi dan berintegrasi dengan kebijakan serta program. Sehingga dapat segera diimplementasikan agar berdampak pada pemulihan (recovery) menuju peningkatan pertumbuhan yang berkelanjutan.
Kedua tentang Supply Side Ekonomi yang merupakan istilah baku dalam perekonomian dan menjadi terkenal saat Ronald Reagan memegang tampuk di Gedung Putih sebagai Presiden ke-40 USA. Istilah yang kemudian dikenal sebagai Reaganomics ini lantas dikaitkan dengan MIT Gang (sebutan terhadap para lulusan dan yang pernah mengenyam pendidikan di MIT), dengan beberapa nama terkenal dalam perekonomian dunia sepeti Ben Bernanke (mantan chairman The Fed USA), Joseph Stieglitz, Mario Draghi (European Central Bank), Paul R. Krugman (Pemenang Nobel Ekonomi 2008), Stanley Fischer (IMF) dan banyak ekonomis terkenal.
Dalam pemahamannya Supply Side Ekonomi (SSE) mencakup tiga pilar utama yaitu kebijakan perpajakan (Tax Policy), Kebijakan tentang Peraturan dan Pengaturan (Regulatory Policy), dan Kebijakan Moneter (Monetary Policy). Tujuan utama (Primary Idea) Supply Side Ekonomi pada masalah Produksi yang mencakup penyediaan Barang dan Jasa (Goods and Services).sebagai faktor penting yang menentukan pertumbuhan ekonomi. Satu hal yang diyakini dalam SSE adalah bahwa persediaan (supply) akan membangkitkan kebutuhan (Supply Creates its own Demand).
Pada bagian pertama dari serial tulisan tentang Indominomics dalam tatanan Ekonomi Supply Side. Akan ditinjau dan diberikan wawasan masalah Deflasi, Utang, dan Depresiasi Nilai Rupiah yang terus menderita bak derita tiada akhir.
Deflasi dan Fenomena "Strong US Dollar"
Pertumbuhan perekonomian dunia 2015 diprakirakan IMF (Inernational Monetary Fund) sebesar 3.5%. Faktor yang berpengaruh pada pertumbuhan adalah kondisi Deflasi (Penurunan harga dalam waktu panjang) dan terjadinya Perang Mata Uang (Currency Wars) yang tidak lain adalah “devaluasi” mata uang dan salah satu penyebabnya adalah kondisi mata uang USD yang kuat (Strong Currency) dan dapat dilihat pada grafik berikut.
Keterangan. Source of Information : IMF Primary Commodity Prices (dengan pengolahan). Grafik mengindikasikan penurunan indeks harga komiditas dan energi untuk periode Januari 2014 hingga Juni 2015.
Source of Information : St. Louis FED - Economic Data.
Kondisi USD yang dominan terhadap mata uang utama mengakibatkan terjadinya depresiasi nilai pada hampir seluruh mata uang dunia. Secara hipotetis, depresiasi Rupiah terhadap USD dalam 12 bulan terakhir masih dapat dianggap lebih baik daripada depresiasi yang dialami mata uang utama (bandingkan 19,12% dengan 17,09%) dengan memperhatikan penjelasan berikut ini.
Tabel memberikan informasi tentang Neraca Perdagangan USA - Indonesia pada pada semester pertama 2015 dan menunjukkan Neraca Perdagangan Indonesia SURPLUS terhadap USA.
Source of Information : Trade in Goods with Indonesia - United States Census Bureau
Jika dirujuk pada tabel di atas, depresiasi nilai Rupiah terhadap USD tidak selayaknya mencapai angka 17% pada 12 bulan terakhir. Lantas bagaimana memahami dera berkepenjangan depresiasi Rupiah terhadap USD ?
Kondisi Internal dan Depresiasi Nilai
Perekonomian dalam negeri (internal) sebenar cukup terkendali khususnya jika dilihat pada angka inflasi bulanan dan tahun berjalan. (Lihat grafik).
Sumber Informasi : Bank Indonesia - SEKI (dengan pengolahan)
Dengan rerata inflasi bulanan pada kisaran 0.5% dan inflasi tahun berjalan pada 1.9% maka dapat diprakirakan angka inflasi hingga akhir 2015 akan mencapai angka di bawah 5% dan merupakan pencapaian yang LUAR BIASA.