Lihat ke Halaman Asli

Arnold Mamesah

TERVERIFIKASI

Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomics - Intelconomix

Mencermati Fenomena Inflasi dan Harga BBM

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14279848271423979337

Inflasi dan kenaikan BBM

Pekan terakhir Maret 2015, diumumkan kenaikan harga BBM (bensin premium) menjadi Rp. 7.300,- dari sebelumnya Rp. 6.800,-. Kenaikan terjadi setelah pada Januari 2015 harga bensin premium turun dari Rp. 8.500,- menjadi Rp. 6.500,-. Secara sederhana, dari pertengahan Januari 2015 hingga akhir Maret 2015, terjadi kenaikan sebesar 12%. Perubahan harga ini selaras dengan pergerakan harga minyak mentah dunia (ICP : International Crude-Oil Price), khusus untuk harga BBM di Indonesia, lebih merujuk pada harga berdasarkan MOPS (Mean of Platts Singapore). Konon, harga rujukan yang digunakan adalah harga aktual bukan antisipasi. Hal ini sejalan dengan strategi perubahan yang dilakukan pemerintah agar masyarakat terbiasa dengan fluktuasi harga BBM, demikian penjelasan dari Staf Ahli Menteri ESDM berkaitan dengan kenaikan harga BBM.

Pada sisi lain, diprakirakan fluktuasi harga BBM tanpa subsidi (kecuali solar dengan subsidi maksimum Rp. 1.000,-) berdampak minimum terhadap inflasi.

Setelah terjadi kenaikan inflasi sebagai dampak kenaikan BBM pada November dan Desember 2014 (masing-masing 1.5% dan 2.46%), BPS mencatat bahwa pada Januari dan Februari terjadi deflasi (mungkin lebih sesuai dikatakan disinflasi) masing-masing sebesar 0.24% dan 0.36%. Seirama dengan kenaikan BBM, pada Maret 2015 terjadi inflasi sebesar 0.17% (kenaikan sebesar 0.53% dibandingkan Februari 2015). Pemerintah melalui Menko Ekonomi memberikan tanggapan bahwa inflasi masih dalam tingkatan wajar bahkan untuk triwulan pertama tingkat inflasinya pada angka -0.44%. Sebelumnya, pihak moneter melalui Gubernur Bank Indonesia memprakirakan inflasi Maret 2015 pada kisaran 0.27%

Sepintas dapat dikatakan barang konsumsi sangat sensitif dalam bereaksi terhadap kenaikan harga BBM. Sehingga tujuan agar fluktuasi harga BBM kecil pengaruhnya terhadap inflasi belum tercapai. Tetapi kesimpulan ini masih terlalu prematur dan perlu dikaji secara lebih komprehensif faktor-faktor pendorong kenaikan harga barang konsumsi

Kajian Historis atas Inflasi, Harga Minyak Mentah, dan Kurs Tengah

Untuk melihat dampak fluktuasi harga BBM terhadap inflasi, tentunya datanya masih belum mencukupi karena harga BBM berfluktuasi (tanpa subsidi) baru dilakukan sejak pertengahan November 2014. Tetapi ada hal menarik jika dikaji fluktuasi harga minyak internasional dengan “inflasi warsa” (tahunan) serta kurs tengah Dolar Amerikan (USD) terhadap Rupiah (IDR).

1427985161428986799

Diagram 1 : Tren Inflasi Indonesia, ICP, dan Kurs Tengah (Masa 2005 – Maret 2015)

Diagram diatas hasil pengolahan yang merujuk pada data BPS (untuk inflasi bulanan dan inflasi warsa – tahunan), data Bank Indonesia untuk kurs tengah bulanan (diolah berdasarkan kurs tengah harian), dan data dari Index Mundi (indexmundi.com) untuk rerata harga bulanan ICP (racikan harga Brent, WTI, dan Dubai Fateh) untuk masa Januari 2005 hingga Maret 2015.

Mencermati diagram, ada kemiripan pada pola tren inflasi Indonesia dan fluktuasi ICP sejak triwulan-IV 2009 hingga sekarang. Hal ini setidaknya memberikan praduga sementara bahwa fluktuasi harga minyak dunia ada pengaruhnya terhadap inflasi; tetapi tidak untuk langsung berkesimpulan bahwa relasi ICP dan Inflasi merupakan “causal-impact” (sebab-akibat)

Dari diagram diatas, tren inflasi dan kurs tukar USD – IDR polanya tidak sama dan bahkan pada saat tren inflasi menurun, kurs tengah munujukkan sebaliknya. (Kajian tentang praduga penyebab tekanan atau depresiasi nilai Rupiah terhadap USD dapat dilihat dalam artikel : Gejala Krisis Akibat Depresiasi Rupiah dan Tekanan Utang, Kompasiana 18 Maret 2015). Keadaan ini bukan untuk menyarankan agar tidak perlu hirau dengan depresiasi Rupiah karena tidak berdampak pada inflasi. Sebaliknya merupakan indikasi awal bahwa ada faktor lain yang laten dan berelasi secara “causal-impact” terhadap depresiasi Rupiah.

Terlepas dari ICP dan kurs tukar pada diagram diatas, hal yang perlu mendapatkan perhatian bahwa Trend Inflasi Indonesia memberikan indikasi menurun. Hal ini sangat menggembirakan.

Ketergantungan dan Pola Konsumsi

Inflasi pada barang konsumsi umumnya dikaitkan dengan biaya produksi, beban bunga, upah dan biaya transportasi (logistik) dan kenaikan BBM akan berimplikasi pada kenaikan biaya.

Jika dikaji lebih lanjut, yang terdampak kenaikan BBM umumnya pengguna kendaraan pribadi (mobil dan motor) serta pengguna angkutan umum yang harus menanggung kenaikan ongkos atau tarif. Pada sisi lain konsumsi, sudah sering dikatakan bahwa konsumsi tidak terpengaruh dengan kenaikan harga BBM.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline