BBM dan Krisis
Belum lewat sepekan kenaikan harga bensin premium dan solar diberlakukan, sikap pro-kontra terus berlangsung. Hantu inflasi dan kenaikan harga yang didorong peningkatan biaya, penurunan daya beli konsumen serta sikap keberpihakan pada kaum ekonomi lemah mendominasi argumentasi pihak yang kontra- kenaikan harga. Ada juga yang beragumentasi dengan merujuk pada perhitungan biaya pengadaan BBM dan makna subsidi dari perspektif anggaran negara (APBN), serta menuding para “mafia” sebagai biang kisruh harga BBM. Pada sisi pro-kenaikan harga, argumentasinya berwawasan pada masa depan dan pentingnya investasi, khususnya dalam infrastruktur. Subsidi seakan jebakan yang memanjakan dan membuat madat. Unjuk rasa serta demo berbagai kalangan juga aksi mogok seakan mengekpresikan ketidakpuasan dan kekecewaan. Apakah “Timbul Krisis” dalam masyarakat ?
Gempita Infrastruktur dan Energi
Usai kenaikan harga BBM, arus informasi mengguyur seputar rencana pembangunan infrastruktur dengan daftar yang tertata serta besaran dana pembangunannya. Target lebih dari 1000 KM jalan tol, puluhan pelabuhan dan armada maritim, waduk, dan berbagai sarana disiapkan untuk segera bergulir kegiatan pembangunannya. Gerakan semua lini kabinet seakan gempita yang membangunkan dan membuka mata segenap masyarakat akan tantangan dan peluang yang ada di masa mendatang.
Dalam bidang energi, kelistrikan mendapatkan perhatian dengan percepatan pembangunan pembangkit listrik, peningkatan penyediaan dan tingkat layanan listrik. Upaya sekitar perminyakan pada sisi hulu, didorong untuk investasi eksplorasi sumur baru dan peningkatan produksi dari sumur yang ada. Pada sisi hilir, didorong agar mengoptimalkan kilang yang ada dan mengundang investor melaksanakan pembangunan kilang baru.Tidak ketinggalan, dibentuk Tim Khusus untuk menginvestigasi praktek sesat dalam niaga perminyakan yang konon merugikan negara.
Capcay Tiongkok dan Gado-Gado Nusantara
Belum cukup dengan sekedar memberikan daftar proyek, Presiden Joko Widodo menyempatkan bertemu dengan kalangan perbankan dan Bank Indonesia dalam sebuah acara pada 20 November 2014 malam. Gubernur Bank Indonesia, sebagai penanggung jawab sisi moneter, memberikan pujian dan dukungan dengan tidak lupa mengingatkan resiko hutang swasta.
Presiden Joko Widodo, dalam pertemuan tersebut, merujuk pada resep keberhasilan yang diberikan Presiden Tiongkok yaitu “Kesatuan Langkah, Impian dan Gagasan Besar, Infrastruktur dan Interkoneksi.
Mengadopsi resep Tiongkok dalam kondisi Indonesia ibarat memadukan Cap-Cay dengan Gado-Gado. Kepelbagaian budaya, suku, partai politik, mahzab ekonomi merupakan tantangan agar dapat berkolaborasi dan bersinergi menjadi perekat kesatuan langkah.
Beban masa lalu dengan pola pikir yang cenderung terkotak harus digeser menjadi pola yang integratif dan berwawasan kedepan (foresight vision) sehingga dapat melahirkan gagasan besar dan mewujudkannya melalui tahapan (milestones) langkah bukan sekedar berpola-harap ala Sangkuriang atau Lampu Aladdin yang ajaib.