UMK Pra dan Pasca BBM Naik
Pada suatu kesempatan, melalui jejaring sosmed diterima kiriman gambar : Catatan Buruh Kecil dengan Gaji UMK (Upah Minimum Kota) yang disertai catatan dari mantan Presiden B.J. Habibie. (Lihat gambar)
Dengan kondisi tersebut, pasca BBM naik buruh dengan gaji UMK akan tekor Rp. 305.000,- sehingga: “yang tadinya tidak miskin menjadi miskin”. Apakah ini menjadi suatu “tragedi” ?
Mecermati ilustriasi, sepertinya gaji UMK merujuk pada Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI), sebesar Rp. 2.700.000,-. Dari komponen yang ada, transportasi jumlah biaya bulanannya mencakup bensin sebesar Rp. 450.000,- (30*Rp.15.000,-) ditambah beban cicilan Rp. 400.000,-, sehingga keseluruhan menjadi Rp. 850.000,-,. hampir sepertiga dari UMK.
Andai Asep warga DKI sebagai kepala keluarga dengan pendapatan UMK dan menanggung seluruh beban keluarga sebagaimana diberikan pada ilustrasi, dampak inflasi dan kenaikan BBM, membuat keuangan keluarga Asep akan “tekor” Rp. 305.000 dibandingkan dengan sisa Rp. 160.000,-. Secara keseluruhan, keluarga Asep mengalami tambahan beban sebesar Rp. 475.000,-, penjumlahan Rp. 160.000,- (tabungan) dan Rp. 305.000,- sehingga mungkin harus berhutang.
Inisiatif Kartu Cerdas Transportasi dan Tabungan
Untuk melakukan kajian dengan ilustrasi yang ada, diasumsikan buruh dengan UMK DKI (buruh UMK) sejumlah 1 juta dan beban biaya transportasi bulanan Rp. 450.000,-( biaya bensin motor).
Andaikan pemerintah DKI (baca : Gubernur Ahok) berinisiatif menyediakan fasilitas transportasi umum dengan “Kartu Cerdas Transportasi”(KCT) bagi buruh UMK yang bernilai Rp. 450.000,-. Dari jumlah tersebut, pemerintah DKI menyisihkan Rp. 200.000,- sebagai tabungan buruh dan sisanya Rp. 250.000,- untuk menyediakan fasilitas transportasi bagi buruh untuk menuju ke tempat kerja dan kembalinya.
Dengan inisiatif penerbitan KCT, pemerintah DKI mendapatkan dana bulanan dan buruh tidak harus menanggung beban biaya transportasi harian.
Antara Asep, Ahok, dan APBN
Bagi keluarga Asep, KCT dan fasilitas transportasi yang disediakan pemerintah DKI, akan memberikan tabungan keluarga sejumlah Rp. 2.400.000,- per tahun (12 kali Rp. 200.000,- per bulan). Juga,tidak harus dibebani biaya cicilan bulanan Rp. 400.000,-. Dengan demikian, Anggaran Pendapatan dan Biaya Keluarga (APBK) Asep tidak “tekor” bahkan bisa menabung.
Bagaimana Gubernur DKI Ahok mempertimbangkan peluang ini ? Lihat pada perhitungan berikut.
Kalkulasi Kartu Cerdas Transportasi dan Manfaatnya
Mencermati kalkulasi di atas, ada sisa lebih bulanan sebesar Rp. 112.500.000.000,- (Seratus Dua Belas Milyar Lima Ratus Juta Rupiah). Dengan asumsi biaya pengadaan alat transportasi sebesar Rp. 3.750.000.000.000,- (baca : Tiga Trilyun Tujuh Ratus Lima Puluh Milyar Rupiah), cukup dengan masa 33 (tiga puluh tiga) bulan untuk memulihkan biaya pengadaan alat transportasi. Juga, tabungan yang dikelola, misalnya oleh Bank DKI, ada tabungan bulanan buruh UMK sebesar Rp. 200.000.000.000,- (Dua Ratus Milyar Rupiah), yang satu tahun jumlahnya Rp. 2.400.000.000.000,- (Dua Trilyun Empat Ratus Milyar Rupiah)
Lantas bagaimana dengan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Konon, pada harga bensin premium Rp. 8.500,- ada beban subsidi Rp. 1.500,-, sehingga dari biaya bensin motor harian sebesar Rp. 15.000,- prakiraan beban subsidi sekitar Rp. 2.500,-. Apabila tidak ada konsumsi bensin motor dari 1 juta buruh UMK, maka ada penghematan beban subsidi tahunan Rp. 900.000.000.000,- (Sembilan Ratus Milyar Rupiah; denganperhitungan 12 bulan * 30 hari * Rp. 2.500,- per hari * 1.000.000 kendaraan). Dengan “pengalihan” subsidi, alokasi dana sebesar Sembilan Ratus Milyar tersebut dapat digunakan untuk membangun infrastruktur. Jika 40% (empat puluh prosen) alokasi dana infrastruktur tersebut untuk upah tenaga kerja atau sejumlah Rp. 360.000.000.000,- (Tiga Ratus Enam Puluh Milyar) dengan UMK per tahun Rp. 3.240.000,- (12*Rp. 2.700.000,-) ada serapan tenaga kerja sekitar 11.000 orang buruh.
Pesan Perubahan dan Manfaat
Bagi Asep dan keluarga, dengan merubah perilaku dalam bertransportasi akan ada pengurangan beban keuangan dan yang sangat penting memiliki tabungan keluarga.
Bagi Gubernur Ahok, cukup sederhana untuk mencerna model KCT dan dengan beberapa penyesuaian akan dapat mengimplementasikannya.
Bagi pemerintah dengan APBN, masalah BBM bukan hanya pada perhitungan harga beli dan harga jual. Tetapi berkaitan dengan penataan dan pengelolaan sistem transportasi yang kelak dampaknya pada konsumsi. Penyediaan sarana transportasi merupakan tanggung jawab penuh pemerintah.
Ternyata, dengan perubahan perilaku keluarga dan pemerintah, UMK dan kenaikan harga BBM bukanlah tragedi.
Pekan terakhir November 2014
S. Arnold Mamesah - Laskar Initiative
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H