Namanya Ary, masih muda berusia 25 tahun, satu tahun lebih tua dariku. Dia yang mengajakku pergi dari Warung Mbak tadi.
Aku ikut saja. Aku pikir, Ary akan membawaku ke rumahnya atau kost. Ternyata tidak, kami berdua malah ngamen dari satu warung ke warung lainnya di sepanjang jalan.
Ary begitu antusias menikmati pekerjaannya itu. Aku menikmati saja dengan keadaan terpaksa. Hasil kami dari mengamen hari ini cukup lumayan.
"Leo, kamu pakai [jimat] apa hari ini sampai kita bisa mendapatkan uang sebanyak ini?" candanya saat kami duduk di pinggir jalan seusai ngamen sambil Ari menghitung uang di tangannya itu.
Aku hanya diam dan merespon dengan senyum tipis padanya.
"Kamu kenapa? Sakit? Atau ada masalah?" tanya Ary dengan serius dan agak sedikit kesal karena dari tadi aku diam saja.
"[Huufff ...]" Aku tarif nafas dalam-dalam lalu menghembuskan seperti habis mengangkat beban berat.
"Kalau ada masalah cerita sama saya, kita kan sudah berteman" kata Ary.
"Maaf sudah merepotkan mu, Ary!"
"Tidak! Saya tidak merasa direpotkan, Leo" jawab Ary sambil mengayunkan kedua tangannya.
"Terima kasih, Ary. Aku tidak apa-apa. Kalau bukan karena Ary, tidak tahu lagi aku mau pergi ke mana." Aku berterima kasih padanya, tapi berusaha menyembunyikan masalahku.