Segera Cegah Partai Politik Menjadi Kapling Keluarga dan Kroni?
Saya mencoba mencermati, betapa enaknya orang yang mempunyai kekuasaan dengan dalih sudah diatur dalam undang-undang. Padahal undang-undang itu sendiri sudah menjadi rahasia umum mereka-merekalah dengan atas nama parpol yang akan mengesahkan undang-undang yang akan tetap melanggengkan kekuasaan mereka.
Apa saja yang mereka maui sepertinya sudah tidak adalagi kontrolnya atau pengawasannya. Bahkan contoh paling nyata pengawas sekaliber KPK pun disinyalir juga akan mereka atur demi kepentingan-kepentingan pribadi mereka. Tapi yang dijual seolah demi atas nama rakyat.
Jangankan KPK, Jabatan Presiden pun bisa mereka permainkan jika sang Presiden sudah tak cocok lagi dengan mereka. Bahkan tanpa malu-malu, secara terang-terangan mereka mengatakan bahwa presiden itu adalah petugas partai, kalau petugas lalu pemilik partai itu siapa??? Rakyatkah??? Elit parpol kah?.
.Saya yakin kalau ini dipolling, 100 persen akan mengatakan bahwa pemilik parpol itu adalah elit parpolnya. Walaupun dalam AD/ART partai dikatakan bahwa forum tertinggi kedaulatan partai adalah ditangan anggota. Tapi teori ini hanya menjadi lipservice saja bagi para politisi.Faktanya mereka-mereka yang berkuasa penuh yang menjadi pemilik mandat partai.
Kalau sang Presiden saja sudah tidak dianggap, apalagi bawahannya presiden mulai dari menteri, panglima, kapolri, dan sebagainya akan dengan mudah mereka atur-atur sesuai dengan keinginan mereka.
Sejarah membuktikan bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia direbut dari tangan penjajah Belanda olehn para pemimpin politik kita dimasa revolusi 1945 adalah hasil perjuangan diplomasi mereka.
Kondisi kekuasaan politik, pemerintahan, ekonomi, hukum dsb, sebelum proklamasi dikuasai oleh pemerintah kerajaan Belanda. Makanya dalam teks proklamasi disebutkan bahwa hal-hal mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain dilaksanakan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Arti kalimat ini maksudnya adalah pengalihan kekuasaan dari tangan pemerintah Belanda ke tangan para pemimpin di Republik Ini segera dilaksanakan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Setelah proklamasi maka disepakatilah untuk sementara waktu kekuasaan dipegang oleh dwi tunggal Presiden dan Wakil preswidennya adalah Soekarno dan M Hatta.
Selama perode 1945 sampai 1955 berbagai kabinet telah dibongkar pasang, karena memang situasinya saat itu kita masih belajar berdemokrasi yang sebenarnya, dan saat itu juga kita nampaknya masi mimbang dan seolah masih mencari-cari demokrasi bentuk apa yang cocok dengan kehidupan rakyat Indonesia.
Pemilu 1955 yakni pemilu pertama sekaligus pemilu terakhir bagi kepemimpinan orde lama yang di Komandoi oleh Presiden Soekarno sampai terakhir terjadi Dekrit presiden 1 Juli 1959 pembubaran konstuante/DPR dan dikembalikan semangat UUD 1945.