Lihat ke Halaman Asli

Mengenal Emosi Anak

Diperbarui: 21 November 2023   18:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

"Duh...manis sekali ya anaknya, mudah tersenyum!" maka sang ibu yang mnedengar pujian tersebut tentu akan tersenyum bahagia. lain cerita bila ada yang mengatakan "kenapa anaknya nangis terus? cengeng ya anak nya. Makanya jangan digendong terus, jadi bau tangan tuh gak bisa dilepas!" sedih, galau jengkel, mungkin itu yang dirasakan oleh si ibu. Bukannya mendapat dukungan  malah membuat hati menjadi lelah. Terkadang orangtua tergesa-gesa berharap si anak mengerti dengan kondisi dirinya. Orangtua ingin anak-anaknya memahami lebih cepat apa yang mereka inginkan. hanya saja bukankah harapan itu seperti mengharapkan mentari terbit dari sebelah barat? Bagaimana ceritanya anak yang baru bisa berjalan kita diletakkan harapan yang besar di pundaknya agar dia mampu memahami keinginan kedua orang tuanya sesegera mungkin untuk menjadi mandiri.

Suatu ketika juga ada orangtua yang merasa tidak sanggup menghadapi perubahan sikap dari anak remajanya. alih-alih mampu membuat orang tuanya tersenyum bahagia sang anak tersebut malah lebih banyak menambahkan ke khawatiran pada kedua orangtuanya. ternyata antara harapan dan realita tak berjalan harmonis. seperti menanam benih yang hasilnya tak dapat dipanen. menyedihkan memang. Namun karena hidup terus berjalan. Orangtua ibarat seorang petani yang inovatif tentu akan melakukan refleksi apa yang harus diperbaiki dari semua ke gagalan yang telah terjadi.

Memahami gejolak emosi anak butuh ilmu dan kesabaran yang banyak. Maka di sini kita akan mengupas sedikit tentang bagaimana memahami emosi anak, agar orang tua juga tidak harus emosian lagi ketika menghadapi  anak-anaknya yang ternyata belum sesuai dengan harapan orangtuanya. Yuk kita cari tahu!

Fase bayi, di fase ini bayi mengalami lebih banyak emosi senang. Pada fase ini meletakkan dasar-dasar penyesuaian sosial yang baik adalah yang utama, dan juga untuk pola-pola perilaku yang akan menimbulkan kebahagian. artinya orangtua menginvestasikan semua hal yang berkaitan dengan emosi ke dalam diri anak.

Fase Pra Sekolah (2-6 tahun). Pada fase ini anak mulai merasakan cinta. Dia punya kemampuan untuk menjadi sosok yang penuh kasih sayang. Dia juga dapat merasakan kesedihan orang lain dan mulai merasa simpati serta ingin menolong. Maka di fase inilah sang anak mulai bisa mengekspresikan satu emosi.

Fase Sekolah (7-12 tahun). Pada fase ini anak mulai belajar mengontrol emosinya. Dia juga mulai menganalisa dan mengevaluasi cara dia merasakan dan memikirkan sesuatu.

Emosi itu bersifat tidak tetap karena emosi anak itu tergantung dari seberapa banyak respon alat indera dari anak tersebut digunakan. Emosi itu juga temporer, artinya emosi itu bertahan dalam waktu yang singkat sehingga perubahan emosi itu paling mudah diketahui dari setiap perubahan tingkah laku anak tersebut.

Agar anak mampu mengetahui emosi yang dia rasakan, maka orangtualah yang berperan untuk membantu anaknya menandai perubahan-perubahan emosinya. Ada beberapa hal yang harus dilakukan orang tua untuk memahami perubahan emosi anak, yaitu:

1. Orang tua melatih kepekaan dirinya, dengan cara memperhatikan pola perilaku anak dalam kesehariannya. Bila sudah hapal polanya, apabila ada perubahan orangtua pasti tahu.

2. Mengajak anak berkomunikasi dua arah. Semakin cepat menyadari perubahan yang terjadi pada diri anak, maka bisa dengan segera mengkomunikasikan perubahan tersebut padanya.

3. Mencoba mengerti perasaan anak.  Berusaha untuk bersimpati dan berempati dengan terlebih dahulu menempatkan diri orangtua pada posisi anak, sebagai upaya bisa mengerti apa yang ia rasakan. Sehingga lebih dapat memahami kenapa anak merasa marah atau kecewa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline