Lihat ke Halaman Asli

Arnis Filyang

Puitis - Seorang pemula yang akan selalu menjadi pemula

Brand Awareness pada Anak-anak, Ada Apa dengan Generasi Ini Sebenarnya?

Diperbarui: 15 Januari 2020   14:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"Tante, Belinya yang asli ya!"

"Tante, tebak kira-kira sepatu aku harganya sampai 1jutaan ga?"

"Aku ga mau yang itu tante, aku maunya yang merek ini. Kemarin teman aku beli harganya 3 jutaan"

Pasti beberapa dari kalian ada yang sudah tidak asing lagi dengan ucapan-ucapan tersebut. Entah itu dari anak, adik, sepupu, keponakan, dllnya. Itu hanya segerintil kalimat yang saya kutip setelah beberapa kali mengobrol ringan dengan keponakan saya. Jika ditanya bagaimana reaksi saya ketika mendengar kalimat-kalimat tersebut, tentu saya akan menjawab "terkejut", mengingat keponakan saya ini baru duduk di bangku sekolah dasar kelas 4. 

Bermula dari salah satu merek jam tangan dengan beberapa kelebihannya hingga kini merembet ke semua produk yang disukainya. Ia mulai belajar menilai sesuatu dari harga, merek dan gengsinya. Flashback ke beberapa tahun lalu, di mana saya masih seusianya. Jangankan memperhatikan merek sepatu, dibelikan sepatu oleh mama saja senangnya bukan main. "Oh! mungkin karena faktor kakak saya yang merupakan tipe orang yang memperhatikan kualitas dan kenyamanan, lalu hal yang itu membuat keponakan sudah aware dengan suatu brand" pikir saya.

Hingga suatu pagi, rekan kerja dan atasan saya bercerita mengenai anaknya yang menjadi korban bullying di sekolah hanya karena tidak memiliki suatu produk dengan merek yang hits menurut mereka. Fine, fine! dari sejak dulu kebiasaan jelek anak yang suka memamerkan kekayaan orang tuanya memang sudah sangat umum ditemukan. Berdasarkan informasi tambahan, bahkan anak-anak tersebut sudah sangat tahu dan detail mengenai merek mobil, android dari sungsang hingga buah tergigit edisi terbaru, memiliki grup sosialita, hingga paham mengenai ciri-ciri suatu produk yang dianggap ori atau kw. 

Tidak heran, pola lingkup sosial anak saat ini memang sudah sangat banyak bergeser beriringan juga dengan pola hidup manusia dewasanya. Namun dengan adanya hal ini juga membuat saya memikirkan beberapa hal :

1. Apakah brand awareness pada anak-anak ini sebenarnya memang sudah lama berjalan? (jika memang ya, mungkin saya salah satu anak yang beruntung karena tidak pernah terlibat dalam obrolan merek manapun dengan teman-teman saya dulu)

2. Apakah banyak hal yang kurang tepat telah terserap oleh anak-anak hingga mereka membicarakan hal yang di luar konteks pembicaraan anak-anak pada umumnya, yang tentu hal ini adalah turunan dari pola hidup manusia dewasanya? (Oh mean! saya sudah sangat jarang mendengar anak-anak bercanda dengan topik yang pas dengan usia mereka)

3. Apakah hal ini juga merupakan bentuk dari keberhasilan para brand activation dalam mengemas strategi marketing mereka? who knows ?

Yang jelas hal ini secara tidak langsung telah menampar saya sebagai calon ibu di masa depan. Pola pergaulan anak yang menurut saya keras saat ini, mungkin nanti akan menjadi lebih ekstrem 2-3x lipat. Membekali diri dengan ilmu psikologi dan parenting nyatanya sudah menjadi wajib untuk saya telan untuk membekali diri. Lalu sekarang, mari kita pikirkan akan kita jadikan apa para penerus kita di usianya nanti. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline