Lihat ke Halaman Asli

Sepatu Aji Santoso dan Insiden 'What's My Foul' Itu

Diperbarui: 25 Juni 2015   08:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Saya masih di Malang ketika itu, ketika Aji Santoso pensiun dari sepak bola dan banting stir jadi produsen sepatu bola. Saya masih aktif sebagai pemain sepak bola di kampus, striker haus gol yang harus bermain dengan sepatu tua warisan kakak yang akhirnya bisa beli sepatu baru. Ya... agak sakit ketika dipakai karena tapak kaki kakak saya terlalu lama membekas di sepatu itu dan saya harus berjuang menyesuaikan diri (baca: kaki) agar fit ini dengan sepatu.

Beberapa tahun sebelumnya saya adalah penggemar Aji Santoso di sisi kiri lapangan timnas dan Anang Ma'ruf di sisi kanan. Lapangan tengah dikuasai Bima Sakti dan di barisan belakang ada Aples Tetjuari. Mereka berjuang bersama memasok bola pada Kurniawan Dwi Yulianto di lini depan. Sempat ada Mirobaldo Bento di barisan striker tetapi tidak lama. Yang paling saya ingat adalah akselerasi luar biasa oleh pemain bertinggi badan pas-pasan bernama Aji Santoso itu. Timnas ketika itu sepertinya selalu tampil memukau.

Maka ketika Aji memutuskan untuk menjadi pengusaha sepatu bola, saya kecewa. Harusnya mantan pemain timnas yang kenyang pengalaman seperti dia mulai berpikir untuk menjadi pelatih. Tetapi bagaimanapun, saya tetap membeli sepatu buatannya karena sepatu warisan saya sudah saatnya pensiun. Nyaman sekali waktu itu, waktu memakai sepatu baru, sehingga saya berpikir Aji Santoso dan sepatu buatannya adalah berkah untuk sepak bola nasional.

Setelahnya, setelah sepatu buatan Aji itu uzur saya kembali menyukai produk-produk luar negeri. Nike dan Adidas kemudian menjadi merk favorit, pasti karena iklan-iklan mereka yang hebat itu. Ah... saya generasi termakan iklan :-) Aji Santoso lalu terlupakan, juga sepatu buatannya. Namanya baru saya dengar lagi bertahun-tahun kemudian, ketika namanya disebut-sebut sebagai calon pengganti Rahmat Darmawan menukangi tim nasional U-23 dan senior.

Saya terkaget-kaget. Aji Santoso? Menukangi timnas? Pengalamannya sebagai pelatih sudah cukup nggak ya? Itu pertanyaan yang terlontar. Saya skeptis, sinis dan tidak percaya. Dalam catatan banyak literatur, pelatih tim nasional sepak bola itu biasanya dipilih dari antara mereka yang sukses menukangi (baca: melatih) klub-klub di liga profesional. Minimal runner up, kalau biasa yang langganan juara. Banyak alasan mengapa ini menjadi penting, termasuk bahwa tekanan mental sebagai pelatih tim nas pasti sangat besar. Sanggupkah Aji?

Ternyata tidak. Anak-anak asuhnya tidak berdaya melawan Persebaya Surabaya saat uji coba di senayan beberapa waktu lalu. Menyerah 0 - 1 pada tim yang salah seorang pemainnya berusia 48 tahun. Wah wah wah... bahaya nih... Dan tidak lama setelahnya Indonesia menoreh catatan sejarah paling memalukan dalam perjalanan keikutsertaan di ajang sepak bola internasional. Menyerah 0 -10 atas Bahrain, penjaga gawang dikartu merah di menit awal dan Aji Santoso diusir dari lapangan karena sangat emosional ketika memimpin anak asuhnya. Peristiwa itu disaksikan jutaan mata di seluruh dunia.

Aji Santoso terlihat berulang kali bilang, "What's my foul? What's my foul?" Tetapi dia tetap diusir. Saya tidak menyalahkan Aji atas ketidaktahuannya pada kesalahannya sendiri yang membuatnya diusir, karena mungkin memang dia tidak merasa telah salah. Saya hanya menyayangkan keberaniannya menukangi timnas ketika sepak bola bangsa ini sedang carut marut. Aji tidak punya peluang bebas memilih banyak pemain yang pantas menjadi anggota skuad timnas karena situasi perpolitikan sepakbola kita yang menyedihkan. Tetapi Aji nekad dan menurut saya itu salah.

Ya, salah karena akhirnya tidak banyak yang mengenang Aji sebagai pemain hebat di zamannya. Kini Aji akan dikenal sebagai pelatih yang mengalami situasi memalukan dalam pengalaman pertamanya sebagai pelatih di ajang internasional. Hilanglah sudah memori tentang overlapping dari sayap kiri yang memaksa pemain bertahan lawan harus menjegal keras seorang Aji, dan berganti menjadi gambar Aji berteriak-teriak: What's my foul? What's my foul. Mungkin kau tidak sepenuhnya salah atau malah tidak bersalah.

Kalau toh dipaksakan salah, mungkin hanya karena dari tukang sepatu yang hebat, kau memutuskan untuk menjadi pelatih. Itu saja. Sebagian besar kesalahan ada pada politik sepak bola di negara ini, yang kini sampai pada titik memalukan; mengirim pemain asal-asalan ke pentas sepak bola internasional. Tetapi mau bilang apa lagi? Bahrain 10, Indonesia 0. Hasil akhir yang ah... Semoga Aji Santoso mau jadi tukang sepatu lagi, mungkin akan lebih baik daripada dicemooh untuk sesuatu yang bukan salahnya sendiri. Lagian saya sekarang ini butuh sepatu sepak bola baru. Yang lama sudah uzur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline