Lihat ke Halaman Asli

Anak Tanah Menggelar Kongres Pemuda Manggarai Raya

Diperbarui: 18 Juni 2015   03:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

13 - 15 Agustus 2014 kemarin, lebih dari 100 peserta mengikuti Kongres Pemuda Manggarai Raya. Kongres tersebut berlangsung di kampus STKIP St. Paulus Ruteng. "Ini adalah kali pertama, anak tanah, pemuda Manggarai Raya -sebutan untuk gabungan tiga kabupaten: Manggarai, Manggarai Barat dan Manggarai Timur- bertemu dan bicara tentang dirinya sendiri berikut perannya bagi Tana Mbate, Kuni agu Kalo Manggarai," kata Edward Tasman salah seorang inisiator kongres.

Menurut Edward yang sehari-hari bekerja sebagai peneliti di Sun Spirit Indonesia, Kongres Pemuda Manggarai Raya ini berawal dari kegelisahan kaum muda tentang tanahnya sendiri. Katanya, "Kita ingin, kegelisahan yang selama ini sering jadi obrolan kaum muda di warung kopi bisa menjadi agenda bersama kaum muda." Hal senada disampaikan inisiator lainnya Nick Teobald Decky. "Yang dibayangkan adalah, orang-orang muda yang berkumpul nantinya menghasilkan rekomendasi-rekomendasi penting untuk wilayah Manggarai Raya," kata dosen STKIP St. Paulus Ruteng ini yang juga menambahkan bahwa dalam tataran sikap, setiap peserta diharapkan memakai semangat kongres dalam kehidupannya baik dalam keluarga maupun pada komunitas dan lingkungan kerjanya.

Pelaksanaan kongres dibagi dalam beberapa bagian, yakni diskusi kelompok kerja, pleno, perumusan sikap dan ditutup dengan pentas seni yang menghadirkan musisi internasional asal Manggarai, Ivan Nestorman. Cypri Jehan Paju Dale salah seorang tim pengarah mengatakan ada enam pokja pada kongres tersebut. "Ada kebudayaan, politik, ekonomi, pendidikan, lingkungan hidup dan kelompok rentan (perempuan, anak dan difable). Dalam pokja, mereka menggeluti masalah-masalah yang terjadi selanjutnya dalam pleno mereka hadir dan menawarkan solusi," tuturnya. Lulusan Erasmus University Belanda ini mengatakan kongres ini menarik karena setiap peserta diberi kesempatan yang sama untuk berbicara dan menawarkan solusi. "Setiap peserta, apakah itu doktor atau pelajar SMA sama-sama memiliki waktu tiga sampai lima menit untuk menawarkan solusi atas masalah yang dia temukan. Ini karena kita merasa bahwa setiap orang memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam berpikir tentang Manggarai Raya. Solusinya lalu ditawarkan kepada pleno dan jika dapat akan menjadi salah satu rekomendasi," jelasnya.

Banyak poin menarik yang ditawarkan peserta. Pada bidang kebudayaan misalnya, Claudia Febriani Djenadut, seorang penari dan penyiar radio menantang para peneliti yang hadir dalam kongres untuk membuat riset tentang akar tarian Manggarai. "Sebagai pekerja seni, pentingnya rasanya mengetahui langkah-langkah dasar tarian Manggarai agar ketika membuat koreografi kami bisa mengambil langkah tersebut dan mengembangkannya sehingga boleh menyebutnya sebagai tarian Manggarai. Para peneliti sebaiknya menghadirkan literasi, tidak hanya pada tarian tetapi juga pada bidang kesenian lain," tutur koreografer yang menjadi penata tari pada pentas puncak Sail Komodo 2013 silam.

Sementara itu pada pokja kelompok rentan, salah satu sikap yang muncul dan menjadi kesepakatan adalah bahwa setiap peserta kongres tidak akan menjadi pelaku kekerasan dan ketidakadilan pada kelompok-kelompok rentan. "Ini sikap dan akan kami terustularkan pada lingkungan yang lebih besar. Strategi menularkannya akan kita pikirkan bersama," kata Rm. Beben Gaguk, Pr salah seorang peserta kongres.

Pada pergumulan hari terakhir, kongres berhasil merumuskan Sumpah Pemuda Manggarai Raya yang terdiri atas tujuh poin sebagai berikut:

Pertama, mencintai dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pancasila dengan semangat kebhinekaan.

Kedua, mencintai, mengembangkan, dan melestarikan kebudayaan Manggarai Raya yang luhur, humanis, dinamis dan dialogis.

Ketiga, mengembangkan ekonomi berbasis kepedulian dan gotong-royong, tanpa eksploitasi alam dan sesama, adil, dan memberi perhatian khusus pada kelompok rentan; dengan semangat kerja keras, kewirausahaan, kreativitas, dan profesionalisme demi mengatasi kemiskinan dan mencapai kesejahteraan bersama.

Keempat, mendidik diri menjadi manusia yang cerdas, berintegritas, bertanggungjawab dan berpartisipasi dalam mengembangkan praktik dan sistem pendidikan berbasis nilai-nilai kemanusiaan serta menjawab kebutuhan dan tantangan zaman.

Kelima, menjaga, mempertahankan, melestarikan tanah, air, udara, serta seluruh ciptaan sebagai mama dan saudara.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline