Lihat ke Halaman Asli

Marsinah: Suara perlawanan Itu Takkan Pernah Hilang, Karna Disana Bersemayam Kemerdekaan

Diperbarui: 13 Agustus 2024   20:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Fenomena perempuan bekerja sebenarnya bukanlah barang baru di tengah masyarakat kita. Sejak zaman purba ketika manusia masih mencari penghidupan dengan cara berburu dan meramu, seorang isteri sesungguhnya sudah bekerja. Sementara suaminya pergi berburu, di rumah ia bekerja menyiapkan makanan dan mengelola hasil buruan untuk ditukarkan dengan bahan lain yang dapat dikonsumsi keluarga. Karena sistem perekonomian yang berlaku pada masyarakat purba adalah sistem barter, maka pekerjaan perempuan meski sepertinya masih berkutat di sektor domestik, namun sebenarnya mengandung nilai ekonomi yang sangat tinggi.

Dalam perspektif sejarah kaum buruh, ketidakadilan dan diskriminasi selalu melingkupi mereka sepanjang sejarah.Apalagi di era Industrialisasi sekarang ini. Alih-alih kaum kapital (pemilik modal) adalah orang yang paling berkuasa dalam menentukan nasib buruh. Buruh adalah mesin produksi yang digunakan oleh para pengusaha yang notabene kapitalis untuk memupuk keuntungan perusahaan. Kemanusiaan yang dimiliki oleh kaum buruh, seakan dipangkas habis bahkan sengaja dipangkas oleh pengusaha dengan menyamakan sang buruh sebagai modal usaha. Buruh tidak pernah dianggap sebagai manusia yang dalam dirinya mempunyai kehendak untuk melakukan sesuatu sesuai dengan keinginannya.

Perempuan pada strata menengah ke bawah, bekerja di sektor publik kebanyakan atas dasar dorongan kebutuhan ekonomi. Sedangkan bagi perempuan di kelas menengah ke atas, bekerja bagi mereka adalah bagian dari aktualisasi diri. Hal ini selain terkait dengan semakin terbukanya peluang bagi perempuan untuk memasuki sektor-sektor yang pada awalnya diperuntukkan hanya untuk lakilaki. Semakin banyaknya perempuan berpendidikan yang berkeinginan untuk aktif di sektor publik merupakan konsekuensi logis dari pembukaan peluang yang lebih besar bagi anak perempuan untuk bersekolah.

Kaum buruh memiliki andil besar terhadap kelangsungan industrialisasi, akan tetapi kaum buruh juga berpotensi besar dalam menghambat industrialisasi tersebut. Rueschemeyer berpendapat bahwa ada tiga alasan penting mengapa buruh berpotensi besar sebagai agen perubahan yaitu :

1) buruh memiliki kemampuan lebih untuk memobilisasi massanya untuk melakukan gerakan politik.

2) gerakan buruh dapat menimbulkan dampak ekonomi yang meluas baik bagi perusahaan maupun ekonomi makro suatu negara dalam bentuk berhentinya produksi.

3) gerakan buruh dapat memicu munculnya persoalan sosial-politik baru, terutama di daerah-daerah konsentrasi industri, bahkan dapat memaksakan pergantian rezim atau perubahan struktur politik.

Sekilas tentang Marsinah

Marsinah lahir tanggal 10 April 1969. Anak nomor dua dari tiga bersaudara ini merupakan buah kasih antara Sumini dan Mastin. Sejak usia tiga tahun, Marsinah telah ditinggal mati oleh ibunya. Bayi Marsinah kemudian diasuh oleh neneknya—Pu’irah—yang tinggal bersama bibinya—Sini—di desa Nglundo, Nganjuk, Jawa Timur. Pendidikan dasar ditempuhnya di SD Karangasem 189, Kecamatan Gondang. Sedang pendidikan menengahnya di SMPN 5 Nganjuk. Sedari kecil, gadis berkulit sawo matang itu berusaha mandiri. Menyadari nenek dan bibinya kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari, ia berusaha memanfaatkan waktu luang untuk mencari penghasilan dengan berjualan makanan kecil.

Marsinah dikenal sebagai seorang pendiam, lugu, ramah, supel, tingan tangan dan setia kawan. Ia sering dimintai nasihat mengenai berbagai persoalan yang dihadapi kawan-kawannya. Kalau ada kawan yang sakit, ia selalu menyempatkan diri untuk menjenguk. Selain itu ia seringkali membantu kawankawannya yang diperlakukan tidak adil oleh atasan. Ia juga dikenal sebagai seorang pemberani.Paling tidak dua sifat yang terakhir disebut—pemberani dan setia kawan—inilah yang membekalinya menjadi pelopor perjuangan.

Pada pertengahan April 1993, para buruh PT. CPS (Catur Putra Surya)— pabrik tempat kerja Marsinah—resah karena ada kabar kenaikan upah menurut Sudar Edaran Gubernur Jawa Timur. Dalam surat itu termuat himbauan pada para pengusaha untuk menaikkan upah buruh sebesar 20% dari upah pokok. Pada minggu-minggu tersebut, Marsinah bersama kawan-kawan buruh PT Catur Putera Perkasa (PT CPS) pada tahun 1993 menuntut kenaikan upah pokok dari Rp1.700 per hari menjadi Rp2.250 per hari, cuti haid, cuti hamil, perhitungan upah lembur, dan pembubaran unit kerja SPSI yang dianggap tidak mewakili kepentingan buruh.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline