Media sosial saat ini sering digunakan sebagai media pemasaran. Salah satu cara pemasaran yang dilakukan adalah dengan menggunakan jasa endorsement oleh selebgram. Pajak penghasilan atas aktivitas endorsement oleh selebgram dapat dilakukan dengan beberapa teknik pemungutan pajak sesuai dengan kondisi selebgram. Dari segi pajak pertambahan nilai, setiap barang dan jasa endorse merupakan objek pajak pertambahan nilai sehingga atas penyerahan tersebut terutang PPN.
Salah satu aktivitas pemasaran bisnis secara digital yang sering digunakan adalah endorsement instagram. Sistem endorsement berawal dari adanya kesepakatan antara pemilik usaha dengan orang yang akan mempromosikan barang atau jasa dari pemilik usaha di akun media sosialnya setelah pembayaran sejumlah uang tertentu (Oktapyanie, 2018). Endorsement sendiri merupakan suatu gimmick marketing melalui media sosial berupa foto dan video dengan memanfaatkan figur yang dianggap menjual dan memiliki citra positif di masyarakat.
Di Indonesia sendiri, aktivitas endorsement dikalangan influencer dan selebgram menjadi suatu hal yang sangat potensial dan marak dilakukan. Perkembangan teknologi dan informasi yang semakin pesat menyebabkan penggunaaan internet semakin tinggi. Selain menjadi media informasi, internet juga digunakan masyarakat sebagai media sosial untuk komunikasi. Media sosial merupakan platform yang memudahkan pertemuan seseorang atau banyak orang dengan minat yang sama. Media sosial yang sering digunakan adalah jejaring sosial yang merupakan suatu bentuk media sosial yang memungkinkan masyarakat/penggunanya diseluruh dunia (Hardilawati, et a.l, 2019).
Beberapa bentuk media sosial yang populer diantaranya adalah twitter, facebook, youtube, dan Instagram dimana media sosial tersebut tidak asing lagi dalam masyarakat. Aktivitas endorsement di Indonesia dilakukan oleh influencer baik seorang artis atau selebriti media sosial (selebgram) tanah air populer yang memiliki jumlah pengikut yang banyak. Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan akan menjadikan selebriti media sosial seperti selebgram sebagai Wajib Pajak dengan mekanisme pajak penghasilan pribadi yang potensi penerimaannya diprediksi mencapai US$1,2 miliar atau setara Rp15,5 triliun (Sugiharto, 2016).
Namun, aktivitas endorsement dapat dikaitkan dengan timbulnya shadow economy, yaitu keadaan dimana suatu sektor ekonomi tidak mampu dijangkau atau dijamin kepatuhannya oleh pemungut pajak (Rasbin, 2013). Salah satu penyebabnya adalah area bisnis endorsement berupa media sosial saat ini belum optimal tersentuh oleh pemerintah. Pajak Penghasilan (PPh) dari kegiatan bisnis ini relatif lebih sulit dipajaki jika dibandingkan dengan kegiatan promosi konvensional (Ortax, 2016)
Pemerintah juga sulit untuk melakukan pengawasan dan mengatur para endorser, khususnya orang pribadi yang tidak melaporkan kewajibannya mengingat bahwa sifat transaksi ini sulit dilacak, baik dari segi penghasilan maupun identitas yang memberikan penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan dasar dari Pajak Penjualan yang dibebankan dalam bentuk berbeda (Rosdiana et a.l, 2011). Oleh karena itu, legal character dari Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Tidak Langsung atas Konsumsi yang bersifat umum (general indirect tax on consumption) yang dipungut dengan sistem yang berbeda dari Pajak Penjualan.
Endorsement merupakan metode pemasaran baru yang dilakukan pada jejaring sosial yang objeknya tidak hanya artis yang dapat dijadikan seorang endorser, namun juga orang yang memiliki followers (pengikut) yang banyak ini dapat dikatakan sebagai icon yang menyampaikan sebuah pesan atau informasi serta memperagakan produk bersangkutan terhadap public baik dari media sosial atau dunia nyata. kepatuhan para pekerja seni dan pekerja kreatif non karyawan seperti artis maupun selebgram masih dibawah 50% (Nurmansyah, 2019).
Pada dasarnya, penghasilan dari aktivitas endorsement yang dilakukan selebgram ataupun public figure bersifat self-declared income. Selebgram sendiri yang harus aktif dalam menghitung, membayar, dan melaporkan kewajiban perpajakan. Pelaksanaan self-asssessment system sendiri menuntut adanya kesadaran akan tanggung jawab dan kejujuran dari selebgram dalam memenuhi kewajiban perpajakannya (Amalia et a.l, 2019). Akan tetapi, berdasarkan laporan data Direktorat Jenderal Pajak, dari sekian banyak selebgram di sosial media, hanya 51 selebgram yang taat pajak.
Adapun nilai pajak yang dibayarkan para selebgram tersebut sekitar 2,7 Miliar. Adanya tendensi ketidakpatuhan para selebgram dalam melaksanakan kewajibannya. Oleh karena itu, diperlukan peninjauan kembali terkait aturan pajak yang telah berlaku. Begitu pula dengan tantangan dalam implementasi dari aktivitas endorsement, dan solusi yang dapat dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam mengoptimalkan penerimaan pajak atas aktivitas endorsement. Hal tersebut perlu dilakukan demi memenuhi rasa keadilan serta memastikan bahwa potensi penerimaan pajak dari aktivitas endorsement tidak hilang atau menjadi potention loss bagi negara.
Fungsi pajak begitu penting sehingga setiap orang harus memenuhi kewajiban pajaknya. Tanpa fungsi pajak sebagian besar kegiatan negara akan sulit berjalan. Namun, masih banyak orang yang belum mengerti apa saja fungsi pajak. Ini membuat orang banyak menghindari kewajiban pajaknya. Fungsi pajak merupakan salah satu sumber terbesar pendapatan negara. Fungsi pajak juga nantinya dinikmati oleh seluruh warga negara. Maka dari itu sangat penting untuk membayar pajak dengan tertib. penghasilan yang didapatkan selebgram dari aktivitas endorsement dapat dipajaki sesuai dengan Undang-Undang No. 38 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan dan menjelaskan bahwa pemerintah memiliki peran sebagai pengawas dalam perpajakan di Indonesia. Penghasilan selebgram yang berasal dari aktivitas endorsement dapat terbagi menjadi penghasilan final dan penghasilan bersifat tidak final dan membahas sanksi yang dapat dikenakan pada selebgram yang tidak melaksanakan kewajibannya. Tidak hanya dikenakan sebagai objek pajak penghasilan, potensi penerimaan pun dapat ditemukan pada Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Direktur P2 Humas DJP menyatakan bahwa jenis aktivitas endorsement dapat dikenakan PPN seperti objek PPN lainnya. Melihat adanya potensi pajak dari aktivitas endorsement, otoritas pajak Indonesia memperkirakan potensi penerimaan pajak yang bisa masuk ke kas negara dari aktivitas endorsement ini mencapai US$1,2 Miliar atau setara dengan Rp15 Trilyun. Isu pemajakan atas aktivitas bisnis promosi endorsement sempat ramai di tahun 2016 dan kembali dibahas pada tahun 2019. Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menyatakan bahwa seharusnya pemerintah membuat regulasi yang lebih jelas bagi selebgram, salah satunya adalah tarif. Menurut Hestu Yoga selaku Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (P2 Humas DJP), memang tidak ada aturan khusus dalam pemajakan penghasilan selebgram sehingga pemajakan dilakukan dengan peraturan yang berlaku.