Haduh, saya jadi ikut-ikutan bahas masalah ini nih. Padahal baru wacana, dan kemungkinan penerapannya pun masih kecil sekali. Tapi karena otoritas keuangan tertinggi di negeri ini (baca : Bank Indonesia) yang bicara, maka dampaknya akan ke mana-mana. Apalagi ditambah dengan berkembangnya jejaring informasi semacam Twitter, informasi baik yang fakta maupun hoax, akan tersebar dengan mudahnya. Hanya saja, saya gemas terhadap pandangan skeptis orang-orang terhadap kebijakan redenominasi. Berbeda dengan sanering, di mana nilai tukar uang tersebut dipotong, maka redenominasi hanyalah pemotongan nominal uang tersebut, dan bukan pemotongan nilai riil dari uang. Maksudnya? Redenominasi yang direncanakan oleh BI, adalah menghilangkan 3 angka nol yang paling belakang di uang kita. Begitu pula dengan semua harga-harga. Artinya, anda yang sekarang bergaji Rp.3.000.000, – setelah redenominasi maka gaji yang anda terima akan menjadi Rp.3.000. Tapi jangan khawatir. Karena ongkos metromini yang tadinya Rp.2.000, juga akan menjadi Rp.2. Dan harga bensin Premium yang tadinya Rp.4.500, akan menjadi Rp.4,5. Tidak ada yang berubah bukan? Bandingkan dengan sanering. Ketika sanering dilakukan, pemotongan nilaihanya dilakukan pada uangnya saja, tidak pada harga barang. Maka, nilai tukarnya tentu akan berubah. Bayangkan, ketika gaji anda yang Rp.3.000 setelah sanering, tidak diikuti dengan turunnya ongkos metromini, alias tetap Rp.2.000. Maka, gaji anda sebulan pun tidak akan cukup untuk naik metromini 2 kali! Apa tujuan redenominasi? Menurut saya, tujuannya betul-betul hanyalah untuk penyederhanaan dan efisiensipelaporan keuangan. Hanya itu saja. Toh nilai tukar rupiah terhadap barang konsumsi tidak berkurang sama sekali, karena semua harga juga terkena redenominasi tadi. Malah menurut saya, momen redenominasi (yang mungkin sangat amat jarang terjadi) bisa dijadikan momen untuk menahan inflasi. Bagaimana caranya? Tentu dengan adanya perubahan nominal uang, dibutuhkan uang baru sebagai pengganti uang yang lama. Pemerintah, dalam hal ini BI, punya kesempatan besar untuk mengatur jumlah uang beredar di masyarakat, persis ketika masyarakat diminta untuk menukarkan uang lamanya dengan uang baru. Misalnya, dengan memberikan insentif bunga tabungan, sehingga masyarakat lebih tertarik untuk menabung ketimbang hanya sekedar menukarkan uangnya dengan uang baru. Atau untuk lebih ekstrimnya, pemerintah dapat menerbitkan ORI dengan nilai nominal uang baru, yang dapat dibeli dengan menggunakan uang lama. Uang hasil pengumpulan ORI digunakan untuk pembiayaan sosialisasi penggunaan uang baru, serta untuk pencetakan uang nominal baru. Selain dapat menekan inflasi jangka pendek yang ditakutkan oleh banyak pihak sesaat setelah redenominasi, hal ini juga menumbuhkan iklim investasi di masyarakat. Jadi, masih khawatir dengan redenominasi? tulisan ini telah dimuat sebelumnya di http://armeyn.wordpress.com/2010/08/05/redenominasi-vs-sanering/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H