Lihat ke Halaman Asli

#MelawanMudik

Diperbarui: 8 Juni 2018   15:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Lebaran menjelang, mudik menjadi ritual rutin orang-orang rantau yang cukup berhasil. 

Sebaliknya perantau yang masih hidup pas-pasan hanya dapat mengenang kampung halaman yang telah ditinggal bertahun-tahun lamanya dalam kesyahduan malam takbiran.

Sedih, haru dan isak tangis menjadi ritual rutin bagi perantau yang tak mudik saat malam takbiran, apatah lagi yang masih belum berkeluarga. 

Kesedihannya akan berlipat-lipat dibanding yang sudah mempunyai anak istri karena ada bidadari-bidadari keluarga yang dapat mengalihkan rasa rindu pada ayah-ibu dan kampung halaman.

Dalam kesyahduan malam takbiran, keramaian masyarakat yang takbir berkeliling bukan membantu melawan rasa tak bisa mudik, malah semakin menguras air mata kesedihan yang mungkin saja ada orang yang tak mengalaminya.

#MelawanMudik bukan berarti menolak untuk mudik, tapi keadaan biasanya yang memaksa untuk tidak melakukannya. 

Rasa iri pada teman atau kerabat yang bisa mudik dapat dimaklumi karena sangat manusiawi sekali orang merindukan ayah-ibu dan sanak saudara saat hari yang fitri.

Orang boleh bilang cengeng ataupun sentimentil, tapi tatkala keadaan memposisikan pada kondisi yang sama niscaya mereka juga akan mengalami yang namanya rindu ayah-ibu dan kampung halaman.

Aku ingin mudik, tapi keadaan belum berpihak dan sabar adalah jalan terbaik menunggu musim mudik berikutnya. Andai bisa, aku pastikan aku ada di kampung halaman pada hari yang fitri untuk bercengkrama dengan ayah-ibu dan sanak saudara serta handai taulan semuanya.

Aku ingin melepaskan kerinduan yang sudah "melaut tak berbatas darat" kepada orang-orang terkasih dan menapaktilasi kenangan masa kecil bersama teman-teman yang sudah pula bertebaran entah kemana.

Sedih rasanya, terngingat seorang teman kecil yang tak seberuntung kami, kecerdasan yang tersia-sia karena keterbatasan ekonomi ibarat Lintang-nya laskar pelangi yang dengan terpaksa terenggut kegemilangannya belajar dan kepraktisan cara berfikirnya yang diatas rata-rata anak seusia kami. Sad  

Tanah Rantau, -7 Lebaran 2018




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline