Lihat ke Halaman Asli

Lain Dulu Lain Sekarang

Diperbarui: 26 Juni 2015   04:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sudah lama aku nggak pernah naik kereta api, barulah beberapa hari yang lalu aku, -setelah menghadiri suatu acara di kampus tempat kuliah dulu-, aku menyempatkan diri menumpang kereta rel listrik jabotabek.

Setelah membeli tiket kelas ekonomi ac tujuan Jakarta, dengan santai aku berada diatas krl, walaupun tidak kebagian tempat duduk alias berdiri cukup nyaman bisa bergelantungan pada sabuk plafon kereta.

Kesan pertama muncul dalam pikiranku, wooow ternyata padat dan apa nggak salah kereta aku ini ? Aku membeli tiket untuk kelas ekonomi AC, tapi aku naik kereta dengan fasilitas bukan AC melainkan KIPAS ANGIN.

Kesan kedua, setelah memandang sekeliling interior kereta, banyak tulisan dengan huruf jepang yang pasti tidak semua penumpang mengerti apa maksudnya, dan ada juga tulisan berbahasa indonesia yang berisi peringatan larangan duduk dilantai atau kursi jongkok, larangan berjualan, larangan membuang sampah dlsb. Tapi rupanya himbauan yang ditulis dengan bahasa Indonesia dan dilengkapi gambarpun tetap tidak dimengerti penumpang, buktinya banyak penumpang yang menggunakan bangku jongkok asik duduk sambil baca koran atau fb-an, bbm-an, dan ngobrol seperti tidak ada penumpang lain yang berdiri bergelantungan.

Kesan ketiga, aku bangga dengan pengelola kereta api jabotabek, yang sudah menyediakan gerbong khusus untuk wanita, namun pada gerbong umumpun aku lihat banyak kaum wanita yang terpaksa seperti aku tidak memanfaatkan gerbong khusus, karena padatnya.

Kesan keempat, didalam gerbong yang aku tumpangi ada bangku penumpang yang dijelaskan didindingnya (dengan bahasa Indonesia) sebagai bangku prioritas bagi orang cacat, wanita hamil dan penumpang usia lanjut. Waaaah PT KAI manusiawi banget, tapi sayang sepasang muda-mudi yang menduduki bangku ini rupanya termasuk yang tidak mengerti bahasa peringatan di dinding bangkunya, dengan asiknya pura-pura tidur membiarkan kakek2 renta dengan bergelantungan dan nenek2 yang mendekap seorang cucunya berdiri sempoyongan.

Kesan kelima, karena kereta api berhenti disetiap stasion hanya dalam bilangan detik, maka penumpang harus sudah mendekati pintu minimal satu stasion sebelum tiba di stasion tujuan, untuk menghindari tidak terbawa langsung. Tapi sayangnya (aku jadi terlalu banyak tapi ... ) penumpang yang nikmat duduk sambil bbm-an dan baca koran justru menghalangi penumpang yang akan turun atau naik.

Cukup lama nggak pernah naik kereta api, maka secara umum mungkin kesan yang aku tulis ini terbaca sebagai norak ya hahaha ...
Rupanya lain dulu lain pula sekarang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline