Bunga-bunga di tamanku beragam warnanya. Aduhai melenakan mata, mekar indah ke langit bagai tersenyum menatapku. Kadang termangu, kadang menggemulai. Ketika angin menerpanya, semerbak baunya menyambar hidungku. Tak salah jika kupu-kupu beterbangan hinggap berjam-jam di daun mahkotanya.
Tapi mengapa, ketika kudekati dari jarak terdekat, sebagian bungaku akar-akarnya mengarah ke negeri Ginseng. Daunnya menyerupai daun bunga negeri Paman Sam. Kelopaknya menyerupai kelopak bunga negeri matahari terbit. Tangkainya menyerupai tangkai bunga negeri Spaghetti. Kepala dan leher putiknya menyerupai putik bunga negeri Tirai Bambu.
Seketika aku terperanjat, serasa tak percaya. Apa gerangan yang melanda. Setiap hari kusirami air dari sumur galian leluhur. Sepenuh hati kurawat. Kenapa jadi begini akhirnya. Kubertanya kepada kakek, ia bilang: "angin telah tercemar. Pun air sumur leluhur. Lapisan tanah telah berubah, musim tak menentu. Tangan-tangan global telah menyusup".
(Catatan langit, 4 Mei 2019)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H