Termangu di pelataran parkir sekolah menatap kosong segala sudut. Tiada hangat sinar mentari menyentuhku, karena tertutup lebatnya daun mangga.
Ya tiada, tiada yang dapat kusulam menjadi aksara-aksara penghalus rasa. Karena sejak semalam aku dicampakkan bulan. Kecuali hanya tiada yang dapat kuuntai.
Saat ini, tiadalah yang memenuhi ruang pikir. Dari tiada kusadari diriku. Berada di antara tiada, ada yang tiada. Berada di antara ada, aku tiada. Kususuri ketiadaan karena ada yang memanggilku memaknai tiada.
(Catatan langit, 10 April 2019)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H