Lihat ke Halaman Asli

Arman Syarif

Pencinta kopi dan sunyi

Puisi | Impian-impian Kita

Diperbarui: 1 April 2019   17:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Puji, masihkah kau ingat impian yang pernah kita rajut bersama di atas bahu waktu. Di malam yang dingin kita nyalakan impian itu. Hanya pisang epe yang menghangatkan raga.
Kini, sudah enam tahun berlalu. Namun tetap bergolak di tungku jiwaku.

Jikalau kau sudah terlupa, dalam bait puisi ini kutuliskan sebagai pengingat untukmu. Malam itu kita telah bersepakat; karena hidup hanya sekali, masing-masing kita pun hanya menikah sekali. Kita akan menua bersama, juga ompong bersama.

Mendidik anak cucu kita dengan ilmu-ilmu agama. Menanamkan keluhuran adat seperti yang dicontohkan kakek nenek yang tak tega melihat tetangga kesusahan. Tertawa bersama dengan anak cucu.

Menjadi teladan bagi mereka dalam hal kesetiaan merawat ikatan suami istri. Yang paling membuatku bahagia, karena kau pun merestui impian utamaku; membangun perpustakaan pribadi, tempat di mana anak cucu kita akan menimba ilmu.

Dan jika rezeki melimpah, kita akan bangun sekolah untuk anak-anak saudara kita yang tidak mampu, sebagai jembatan mereka untuk menata hidup dan merengkuh masa depan yang sejahtera.

(Catatan langit, 1/4/2019)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline