Lihat ke Halaman Asli

Arman Syarif

Pencinta kopi dan sunyi

Puisi | Aksara-aksara Jelata

Diperbarui: 26 Maret 2019   17:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aksara-aksara jelata terukir di atas tembok-tembok derita. Menggunakan tinta darah. Keringat tumpah menjadi saksi. Wajah-wajah murung setiap hari menebar harap di balik untaian aksara. Tak ada yang disembunyikan, semuanya terang di mata. Dan untuk apa disembunyikan di bilik hati. Jika disembunyikan, aksara-aksara itu akan menjelma menjadi belati yang undang rasa pilu; penderitaan panjang. Pun tak akan pernah bisa terhapus.

Hujan deras tak akan bisa menyapu bersih, panas terik matahari tak akan bisa memudarkan. Dan debu yang melengket hanya akan membuatnya tampak terang. Jika kau tutupi aksara-aksara itu, ia akan terus terukir di tembok-tembok lainnya. Dengan rangkaian aksara yang sama; memohon untuk diperhatikan, memohon untuk diberi keadilan oleh pemegang kuasa. Mengabaikan aksara-aksara itu, maka jelas nurani telah mati. Membelok dari ajaran Nabi dan perintah Tuhan.

(Catatan langit, 26/03/19)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline