Lihat ke Halaman Asli

Dunia Diandra

Diperbarui: 26 Juni 2015   10:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

12936284351348977108

“The Village, saksikan indahnya alam pedesaan dari rumah anda! Klik pada link dibawah ini”

'Klik' Diandra mengarahkan kursor pada tulisan berwarna hijau di kiri bawah monitornya. Seketika muncul puluhan gambar dan video aktifitas masyarakat desa yang masih tradisional di pedalaman Banten. Klik sekali lagi, layar monitor berganti menayangkan aktifitas suku Sasak sedang menenun. Kursor kembali bergerak, Klik. Sekarang muncul foto-foto masyarakat Toraja saat pesta kematian dengan peti mati besar yang diarak puluhan orang.

Menyenangkan, pikir Diandra. ia selalu suka melihat masyarakat tradisional, polos, apa adanya dan berkebudayaan sosial yang tinggi. Hampir semua kebudayaan daerah ia ketahui. Mulai dari kebudayaan masyarakat Aceh, Suku Anak Dalam, Dayak, Badui, sasak, hingga suku Asmat di pedalaman lembahBaliem. Semuanya ia dapat dari monitor 18 inchi tersebut.

‘Klik’ Diandra membuka tab baru. National Geographic. Sekarang puncak Elbrus dan dataran savana di pulau Komodo terbentang bersisian di layar laptopnya.Sesekali muncul kotak kecil messenger menandakan ada teman yang online dan mengajaknya mengobrol. Apabila kurang puas, TV kabel di apartemennya siap menemani dengan tayangan aktual dari seluruh penjuru dunia. Blackberry mungilnya juga selalu siap sedia menghubungkan dirinya dengan jaringan maha luas di dunia maya.

Jaringan internet dan komunikasi nirkabel, itulah dunianya, dimana seluruh dunia terlipat dalam suatu tempat tanpa batas ruang dan waktu. dunia yang nyaman dimana Diandra menemukan tempatnya, keluarga, serta orang-orang yang mengaguminya.

“Didiiiinnn!! I’m Hoomee…!!” suara bariton yang sengaja dibikin cempreng dan ketukan berirama bedug malam takbiran di pintunya menandakan Ale datang berkunjung. Ya Ale, mahasiswa kehutanan tingkat akhir yang belum lulus-lulus karena terlalu sering bertualang ke pedalaman. Ia selalu tidak habis pikir mengapa Ale rela berlama-lama menyusun skripsi dan menjadi yang terakhir untuk lulus di angkatannya.

“Heh orangutan..!! pelan dikit napa suaranya? Berisik tau..”

“iyaa..iyaa.. Didiinnn.. numpang rebahan sebentar ya, skalian nitip ransel sama sleepingbag disini, besok pagi  aku berangkat ke Rinjani” kata Ale sambil membongkar barang-barangnya di ruang tamu Diandra.

“ Panggil aku Didii atau Diandra, aku cewek tau, dan terlalu cantik untuk punya nama Didin! dan Rinjani? Ngapain lagi kamu kesana? Lagian kamu baru pulang dari Kampung Naga kan? Trus skripsi kamu apa kabar jelek?” kata Diandra sambil memungut parafin yang berceceran dari ransel Ale.

“skripsi meluluu.. bosen ah ngurusinnya” kali ini sambil menggulung matras dan mengikatnya di ransel. lengkap sudah, Ia siap berangkat.

“nyusun skripsi emang susah, tapi apa salahnya sih kamu menghadap dosen pembimbing dan menyerahkan draft sekali seminggu?” ujar Diandra saat Ale berkunjung ke apartemennya. “repot Didiin,,dosenku kan makhluk langka di kampus, proyek ini itulah, undangan sana-sini lah, lupa dia kalau tugasnya itu ngajar, bukan nyari duit sampingan” katanya sambil tertawa getir. “kan bisa kirim via email Le, mau pergi kemana kek dosennya yang penting draft skripsimu dibaca”

“dan aku hanya berkutat dengan monitor-diktat-monitor-diktat dalam ruangan terus-terusan ? yang namanya bimbingan itu harus ada interaksi, aku lebih senang draftku langsungdicorat-coret di depan muka daripada nggak pernah ketemu langsung sama dosen pembimbing, lagian kalau di ruangan terus kayak kamu orang-orang pasti nyangka aku dipingit, terus beneran dijodohin sama orangtuaku, terus tinggal kamu yang manyun sendiri gara-gara orangutan kesayanganmu ini kawin sama perempuan lain..selain itu..aku-gak-mau-pake-kacamata-kayak-kamu, manis”ujar Ale sambil mencubit hidung Diandra

“Aww..!! sakit tau! orangutan jelek!” kata Diandra sambil melempar bantal ke muka Ale

“biariin..biar mancung.. biar tetep waras.. emang kamu gak bosen apa tiap hari ngendon di apartemen terus?” “emang kenapa..??” kata Diandra. “aku seneng koq leyeh-leyeh di apartemenku, informasi ada 24 jam, mau makan tinggal delivery, bayar listrik telepon tinggal transfer, mau ngerumpi sama temen tinggal chatting, bahkan aku bisa menggelar pengajian disini, sekarang juga lewat webcam”

Ale hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya, “sekali-kali kamu harus keluar dan merasakan hidup, itu gunanya Tuhan memberi kita lima indra, enam bagi mereka yang beruntung. Semuanya berhak merasakan pengalaman ”

‘Kling’ satu pesan baru di Blackberry Diandra muncul, undangan masuk group BBm di kampusnya

“Buang waktu, buat apa melakukan perjalanan keliling Indonesia, bahkan sampai pedalaman jika semunya bisa dilihat dari sini?” aku bisa tahu apa saja yang terdapat di tempat-tempat yang kamu datangi, bahkan aku bisa tahu apa saja yang terdapat di kutub utara sampai permukaan bulan sekalipun, just give me my Pc and internet connection,dan aku akan sama pintarnya dengan kamu dalam waktu kurang dari lima menit”

‘kling’ satu pesan baru muncul kembali, BBm dari Sari, kelihatannya patah hati dan ingin curhat tentang cowoknya.

“oh ya? Kalau gitu kamu bisa tanya sama mbah google kesayanganmu bagaimana rasanya berada di puncak Gede-Pangrango sambil meneguk kopi panas dan ditemani kerlip lampu kota Bogor? atau bagaimana wangi tanah setelah hujan di lantai hutan Kalimantan? Perasaan riang saat menombak ikan bersama bocah-bocah suku Bajau, hingga perasaan takjub saat dikerubungi sekumpulan ikan karang di bawah laut Banda Naira?

“Apakah kamu tahu perasaan puas saat menikmati gula aren setelah seharian menyadap nira dan memasaknya dengan tungku kayu bakar? Perasaan tegang saat ikut karapan sapi? perasaan hangat yang diberikan penduduk setempat saat menerimamu menginap dirumahnya? Saat mereka membersihkan lukamu, mengganjal perutmu dengan hasil bumi dan menceritakan kisah-kisah legenda sebagai pengantar tidurmu?”

“Dan berani taruhan, mungkin kamu sudah lupa bagaimana nikmatnya berlarian dibawah rintik hujan, berlari bebas tanpa ikatan, dan tertawa bersama teman-teman sambil berebut saling dorong kedalam comberan”

‘kling’ masuk lagi satu pesan baru, dari mama, “sudah makan blom dii?”

Diandra terdiam.Ale benar, selama ini dia selalu bergantung pada jaring dunia maya, ia tahu semua tanpa benar-benar merasa. Diandra ingat saat ulang tahunnya yang ke-20, sebelum ia bertemu Ale. Inboxnya penuh dengan ucapan selamat, ratusan Wall dan kartu ucapan elektronik membanjiri halaman Facebooknya. Bahkan ayahnya yang berada di New York menyanyikan lagu selamat ulang tahun melalui webcam, plus kiriman kue ulang tahun dari ibu dan adik-adiknya yang sedang berlibur di Belgia. Semua orang ingat ulang tahunnya, semua memberi selamat kepadanya, tapi tidak ada yang benar-benar hadir di ruangan tersebut untuk memeluknya, mencium pipinya atau hanya sekadar menjabat tangannya.

Ia juga teringat saat berkumpul dengan teman-temannya di café untuk merayakan ulang tahunnya. Awalnya mereka saling bercanda dan mengobrol akrab, namun menit setelahnya mereka tenggelam pada layar kecil telepon genggam mereka, sibuk berbalas pesan dengan teman yang entah dimana dan lupa berbincang dengan yang ada didekatnya. Diandra sudah lupa rasanya berkumpul langsung dan ngobrol dengan teman-teman geng nya sebelum mereka mulai jarang bertemu dan hanya berkumpul di messenger atau ngerumpi seharian melalui BBm.

Sama halnya saat ia naik bus Transjakarta saat pulang dari kampus, semua orang sibuk dengan telepon genggamnya, bahkan sudah lupa dengan obrolan basa-basi seperti “mau kemana? Turun dimana? Atau kuliah dimana?”

Untukpertama kalinya, Diandra merasa kesepian…

Betapa rindunya Diandra pada masa-masa itu, masa dimana ia bisa saling berinteraksi di dunia nyata dan mengukuhkan dirinya sebagai makhluk sosial, seperti yang Diandra baca pada buku paket PPKn atau IPS sewaktu di sekolah dasar. Diandra bahkan jarang bertemu langsung dengan dosen pembimbingnya karena bimbingan dilakukan melalui e-mail dan telepon.

‘Klik’ web The village menampilkan gambar desa Sukamantri, tempat Diandra sering berlibur ke rumah neneknya waktu masih kanan-kanak

Ia sudah lupa bagaimana rasanya susah tidur akibat terlalu semangat sehari sebelum berangkat berlibur ke rumah neneknya di kaki gunung Salak, saat ia menikmati jejeran pohon pinus dan kereta kerbau yang mengangkut hasil bumi di sepanjang perjalanan, saat ia merasakan belut menggelitik kakinya waktu membantu kakek menanam padi, merdunya suara beras yang ditampi oleh bibinya, hingga dongeng si kancil mencuri ketimun yang selalu didongengkan nenek setelah seharian bermain hujan dan memandikan kerbau di sungai.

“koq diam aja? Ngelamun jorok yaa? Tuh BBm mu udah numpuk, ntar pada marah lho kalau nggak dibalas” tiba tiba Ale membuyarkan lamunannya. “enak aja,, lagi mikir tau! Bener juga yaa selama ini kok aku ga sadar cuma hidup di awang-awang, ga pernah interaksi fisik sama orang lain, Cuma bicara lewat messenger” kata Diandra, hampa.

“gak pernah interaksi fisik gimana? Orang tiap aku kesini kamu selalu jambakin rambutku kan? Kadang-kadang kalau lagi kumat suka main gigit, ini aja masih ada bekasnya” kata Ale sambil menunjukkan bekas gigitan di pahanya.

“kamu itu gak dihitung orang tau, orangutan jelek!” kata Diandra sambil melempar bantal ke muka Ale. “kamu itu yaa..” muka Diandra bersemu merah. Entah kenapa setelah bertemu Ale dia merasa lebih hidup,selalu ada sesuatu yang baru ia jumpai saat bersama Ale, entah saat mereka merasakan sesaknya kereta ekonomi Jakarta-Bogor, menelusuri pasar tradisional hanya untuk melihat-lihat tumpukan sayur dan membeli serabi kesukaan mereka, atau menyusup masuk ke taman kanak-kanak untuk bermain ayunan dan jungkat-jungkit.

Ale selalu mengacak-acak rambut Diandra sambil tertawa meringis saat mendapat gigitan di lengan atas sebagai balasannya. Mau tidak mau Diandra mengakuiternyata kehadiran seseorang yang berperilaku menyebalkan seperti Ale lebih menyenangkan daripada ratusan teman dan lelaki di dunia maya, yang mengobral kata-kata tanpa berani bertemu muka.

“jadi gimana ? Mau ikut nggak ?” kata Ale sambil tertawa meringis setelah mendapat gigitan baru di lengan kirinya.

“ikut kemana? Naik gunung? “

“nggak, aku mau ngajak kamu menikmati perjalanan, karena disitulah asiknya, ini bukan soal tujuan, tapi bagaimana kita bersenang-senang menikmati proses mencapai kesana. Di perjalanan kita bisa belajar bermasyarakat, belajar langsung sama masyarakat yang benar-benar bermasyarakat, yang berbicara dengan mulut dan mata mereka, yang berkomunikasi dengan hati, bukan dengan Blackberry” kata Ale sambil menyerahkan amplop kepada Diandra.

“aku pulang dulu ya, mau setor muka sama orang rumah, sekalian mau pamit lagi” ‘let me know if you want to join me’ kata Ale sambil berjalan keluar menyandang ranselnya.

"Dunia itu tidak sempit seperti layar laptop kamu, dan menjelajahinya tidak sesingkat mengklik kursor di halaman web. Rasakan perjalan dan kamu akan menemukan dunia yang lebih luas dari dunia mu" kata Ale sebelum ia menghilang di pintu lift.

Diandra terdiam merenung ucapan Ale. Penasaran, ia membuka amplop yang terletak di sisi laptopnya.  "tiket?"  ujarnya saat melihat tiket kereta Jakarta-Surabaya, tiket bus Surabaya-Denpasar dan Denpasar-Mataram meluncur keluar. Amplop itu juga berisi uang kertas pecahan puluhan ribu dan selembar kertas berisi tulisan tangan Ale

One thousand miles journey will begin with a single step”

stasiun gambir 8.am. no laptop, no Blackberry, just us and our backpack, don’t be late…”

-AleGanteng-

“Dasar sinting” ujar Diandra sambil tersenyum. Ia membuka jendela, membiarkan angin masuk membelai wajahnya dengan wangi aspal basah Jakarta. “Hujannya telah reda” kata Diandra riang.

Perlahan ia mengambil ransel dan mulai menyusun keperluan perjalanan selama seminggu.

kamu menang jelek, ayo kita bersenang-senang”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline