Selain cerita-cerita tentang makhluk gaib, metode penilaian orang yang berposisi sebagai supervisor (oknum) dan manajer (oknum) dalam dunia kerja juga merupakan sesuatu yang acap kali misterius. Pembelaan semisal "penilaian karyawan harus sesuai dengan prestasinya" adalah klise.
Prinsip "suka atau tidak suka" kerap mendominasi keputusan saat golongan oknum supervisor dan oknum manajer memberi skor kepada karyawan yang berada dalam "kuasa"-nya.
Saya pikir tidak di semua tempat seperti itu, namun setidaknya hal itu terjadi secara empiris kepada seorang rekan saya yang bernama Toin (nama samaran). Ia menceritakan banyak hal mengenai kisah di balik kontrak kerjanya yang tak diperpanjang oleh orang yang lebih berkuasa. Beberapa waktu lalu kami bertemu di sebuah warung kopi.
Toin adalah seorang pria yang berasal dari sebuah kabupaten di Kalimantan Barat. Kala itu saya dan dia bekerja di perusahaan yang sama di Kota Pontianak, bergerak pada bidang penyedia jasa akomodasi.
Ketimbang saya, Toin sebenarnya lebih cocok bekerja pada industri ini yang memerlukan pekerja dengan penampilan cetar membahana. Kulitnya putih bersih, hidung mancung, dan rapi. Ia memiliki semua kualifikasi yang dibutuhkan.
Sementara saya, barangkali, lebih mirip gelandangan yang disuruh pakai baju kemeja, celana kain, dan sepatu pantofel.
Kinerja dia selama ini juga tidak ada masalah, karena saya tahu persis apa yang dikerjakannya. Jika dipikir baik-baik, seandainya manajemen perusahaan ingin memecat atau tidak memperpanjang kontrak antara Toin dan saya maka seharusnya sayalah yang akan knocked out.
Kenyataan berbeda. Intinya dia dianggap kurang menjilat kepada oknum petinggi perusahaan, sehingga muncul anggapan Toin tidak termasuk karyawan yang loyal terhadap perusahaan.
Menurut Toin, dia sebenarnya sudah menandatangani kontrak kerja baru (belum ditandatangani kedua pihak), tetapi dengan alasan yang membingungkan akhirnya tidak terwujud apa yang seharusnya.
Perwakilan dari departemen personalia mengatakan bahwa Toin tidak dilanjutkan kontrak kerjanya karena kondisi Covid-19 yang membuat perusahaan harus melakukan efisiensi.