Lihat ke Halaman Asli

Dicky Armando

TERVERIFIKASI

Orang Biasa

Cerpen: Petuah Pemulung

Diperbarui: 10 Juli 2021   22:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi gerobak. Sumber: B Hunt/Pixabay

Nama aslinya Matthew Growback, tapi orang-orang Arrogan Alley biasa memanggilnya dengan sebutan Mat Grobak, karena ia bekerja sebagai pemulung yang selalu membawa gerobak ke mana pun.

Pertemuanku pertama kali dengan Mat Grobak terjadi dua tahun lalu, di hari yang gerimis nan sejuk. Langkah kakinya tak terdengar dari luar pagar rumahku yang tingginya hanya sedada orang dewasa.

"Perlu bantuan, Tuan?"

Saat itu aku setengah kaget, tak disangka ada orang lewat, kukira setan. Aku sedang memasukkan sampah makanan ke dalam sebuah plastik hitam besar. "Kenapa Anda bertanya?"

"Karena saya seorang pebisnis, Tuan," jawabnya dengan tersenyum. "Orang-orang di Arrogant Alley tak semuanya sanggup mencium aroma sampah, dan aku mampu. Seikhlasnya saja, Tuan. Kubuang sampah untukmu."

Sesingkat itulah pertemuan bisnis kami. Semua senang, semua menang. Tapi beberapa tetanggaku mengaku tidak suka dengan kehadiran Mat Grobak. Kata mereka orang seperti dia tak layak masuk ke kompleks perumahan terhormat.

Sejujurnya aku tak sependapat. Seorang manusia baru bisa dikategorikan terhormat dengan sejumlah faktor, dua di antaranya adalah pekerja keras dan memiliki sikap yang baik. Mat Grobak memiliki kedua-nya, bagiku ia adalah orang yang terhormat, hanya saja belum beruntung.

Tentu saja kubiarkan para tetangga itu berkata seenaknya. Aku tak berselera harus berdialog atau berdebat dengan kaum yang tak punya empati kepada orang lain.

Aku sangat mengerti bahwa Arrogant Alley dipenuhi orang-orang yang digaji oleh negara. Sehingga mereka belum pernah merasakan tidur di emper toko, atau kedingingan di bawah jembatan. Orang-orang semacam ini hanya menghormati soal pangkat-jabatan. Sungguh aku telah berurusan dengan manusia macam itu sepanjang hidup.

Rumahku di tempat ini juga awalnya milik seseorang yang digaji pemerintah, aku lupa sebagai apa ia bekerja. Intinya dia punya utang yang tak sanggup dibayar kepadaku.

Sekarang, setelah sekian lama menjadi warga Arrogant Alley, reputasiku tersebar dengan baik. Kuhitung hampir dua puluh kepala keluarga di sini sedang memiliki utang kepadaku dalam jumlah yang tak sedikit. Uniknya adalah kenyataan bahwa mereka tetap bergaya mewah. Sungguh itu hal lucu buatku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline