Wanita ini, sejak pertengahan tahun 2018--sampai ini hari (8 Oktober 2019)--terus bercerita tentang kisahnya yang berhasil membuat banyak lelaki jatuh cinta kepadanya. Evda nama perempuan tersebut. Seperti biasa, itu bukan nama asli. Saya samarkan biar aman.
Dari balik layar komputer, saya memperhatikan dengan saksama semua cerita-cerita cinta si Evda. Perspektifnya sebagai seorang play girl cukup menarik untuk disimak.
Memang, saya pikir, perempuan berkulit putih mulus dan berambut panjang (manusia, bukan kuntilanak) sangat "laku" di Kota Pontianak. Jadi tidak heran kalau sejumlah pria menyukai perempuan seperti Evda.
Kalau saya hitung, ada lebih dari selusin kisah yang ia paparkan kepada saya. Artinya--anggap saja--ada 12 orang pria patah hati dibuatnya. Ketika saya tanyakan mengapa ia berbuat seperti itu, Evda selalu beralasan seperti ini: "Sejak awal, aku dan dia memang hanya berteman, Bang!"
Sebagai seorang laki-laki, jujur saja ada hal-hal yang membuat saya terusik. Ketika seorang pria telah mengeluarkan sumber dayanya untuk meraih cinta, setidaknya perempuan yang didekati harus mencoba menghargai. Artinya, jika Anda sudah menolak cinta seorang pejantan, maka janganlah lagi beri harapan kepadanya. Maka saya menyebut si Evda ini sebagai "penipu cinta".
Setiap Evda memutuskan untuk menjadikan seorang pria sebagai teman saja, ia akan tetap berlaku manis kepada orang tersebut, sehingga timbul harapan-harapan baru bagi sang pria. Hal ini sebenarnya--dalam perspektif saya--merupakan suatu metode untuk merendahkan derajat seorang lelaki, hanya saja biasanya tidak banyak yang sadar.
Kepahitan cinta, dan dilupakan lebih terhormat bagi seorang pria ketimbang harus jalan-jalan dengan alasan "berteman". Apa yang dilakukan Evda merupakan tipuan pikiran dan permainan kata-kata, dan mungkin pria berumur "kepala dua" masih banyak yang tertipu dengan modus-modus murahan seperti itu.
Saya sudah tahu pembelaan dari perempuan seperti Evda dan yang sejenis itu: "Aku berusaha berbuat baik kepada siapa pun!"
Kalau Anda ingin berbuat baik kepada siapa pun, maka berikanlah seorang pria kejujuran. Tidak suka silakan bilang tidak suka. Lugas! Pria itu sudah datang baik-baik, maka biarkan ia pulang dengan terhormat.
Tentu saya tak menyalahkan Evda sepenuhnya, karena percintaan tidak melulu soal hati, tapi juga melibatkan perkara akal sehat. Seorang laki-laki sudah seharusnya mengedepankan logika, dan jangan mau tertipu dengan perempuan jenis si Evda ini.
Kalau boleh dibilang, Evda hanya memaksimalkan sumber daya yang ada pada dirinya. Ibarat umpan di mata pancing, ikan besar harus membuktikan dirinya tak mau memakan yang kecil, dengan kata lain, seorang pria terhormat jangan hidup dengan wanita yang tidak semestinya. Bukan berarti Evda tidak layak dimiliki, saya hanya mengimbau agar pria selalu waras dalam bercinta.