Pagi tadi, seorang rekan yang bernama Henhen (nama samaran) mengatakan hal yang mengejutkan. Mengapa? Karena dia biasanya hanya bicara hal-hal "receh" dan tidak penting, tapi ini hari berbeda, tema pembicaraannya cukup berat.
"Orang yang senang dugem itu sebenarnya adalah orang-orang yang tidak punya kegiatan," ujarnya. Mata Henhen masih terlihat belum rela membuka sepenuhnya.
Sebelum membahas lebih jauh, saya akan mempersempit definisi. Dugem adalah singkatan dari "dunia gemerlap", istilah lain untuk diskotek atau klub malam.
Henhen menceritakan pengalamannya memasuki suatu diskotek semalam. "Aku seperti melihat orang-orang bodoh yang pura-pura tolol, padahal memang bego."
"Mereka mungkin bilang itu kesenangan, tapi coba kau tanyakan kepada mereka, karena apa kesenangan tersebut," katanya lagi.
Perpektifnya benar-benar membuat saya terpana. Saya tidak menyangka, seseorang yang hobinya merampot, bisa berpikir seperti itu. Merampot adalah istilah orang Melayu Pontianak untuk "mengada-ada".
Saya berpikir sejenak tentang kata-katanya yang terakhir, apakah dugem mampu menghadirkan kesenangan, atau hanya kegiatan merugikan dari proses melarikan diri dari sesuatu.
Pelaku dugem pasti tidak setuju dengan pernyataan Henhen. Mereka pasti akan menggunakan pedoman Hak Asasi Manusia sebagai tameng terkuat, dan senjata tertajam.
"Kalau tidak punya uang, jangan iri!"
Paling tidak begitu perkataan praktisi dugem kalau ingin membela keyakinannya. Tidak salah juga. Masalahnya kemudian justru dari penggunaan uang itu sendiri. Di lingkungan sosial, saya menemukan beberapa orang yang hobi dugem, bukan dari kalangan borjuis, melainkan dari kaum yang memiliki yang pas-pasan, namun kehilangan kewarasan dalam bergaul. Barangkali ini juga ditemui Henhen dalam lingkaran sosial yang berbeda.
Kegiatan dugem, erat kaitannya dengan hedonisme yang nantinya akan menjurus pada gaya hidup konsumtif. Ini sangat berbahaya bagi kaum yang sering pura-pura borjuis. Bagi para borjuis asli juga akan berbahaya jika mereka tidak punya sumber pendapatan pasif yang mampu membiayai gaya hidup tersebut.