Lihat ke Halaman Asli

Armada11

Kadang menulis bola, film, sejarah, atau bahkan sekedar ghibah

Wasit Kim Hee-gon yang Coba Profesional, tapi Malah Banyak Salah

Diperbarui: 23 Desember 2021   10:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wasit Kim Hee-gon (dok. kompas tv)

Laga antara Indonesia melawan Singapura di leg pertama babak semi-final Piala AFF 2020 berlangsung dengan skor imbang 1-1. Gol dari Witan Sulaeman yang sempat membawa Indonesia unggul pada menit ke 28, disamakan oleh Ikhsan Fandi pada menit ke 70 dan memaksa pertarungan tuntas dengan skor sama kuat.

Selain pertarungan kedua kesebelasan yang berlangsung sengit, sorotan tentu saja tertuju pada sosok pengadil pertandingan. Pada pertarungan leg pertama babak semi-final, wasit yang memimpin pertandingan ini adalah Kim Hee-gon yang berasal dari Korea Selatan. Iya, ini bukan kongkalikong antara pelatih Timnas Indonesia Shin Tae-yong dan juga AFF, yang menugaskan wasit dari negara yang sama dengan sang pelatih. Namun ini murni sebuah kejutan jika pemimpin pertandingan juga berasal dari Korea Selatan.

Mungkin ketika pertama kita tahu bahwa wasit yang memimpin laga berasal dari Korea Selatan, kita akan berkata (cukup dalam hati) "wuiiihhh... wasitnya dari Korea Selatan, sama seperti pak pelatih Shin. Moga-moga saja dapat banyak keuntungan." Seperti itu. Namun sayangnya, kepemimpinan wasit Kim Hee-gon ini juga tak memihak amat kepada kubu Indonesia. Bahkan jika kita melihat media-media garis keras yang menguliti "dosa" sang wasit, kita akan tahu, ada banyak keputusan tak tepat dari sang pengadil.

Okelah, tapi coba deh kita lihat dari sisi Kim Hee-gon. Memimpin pertandingan dengan salah satu tim memiliki kedekatan emosional (dalam hal ini negara) dengan dirinya tentu bukan sebuah perkara yang mudah. Jika dirinya memberikan keputusan bagi Indonesia, maka pasti kubu sebelah akan berkata "iya pantes aja, lha wong pelatihnya Indonesia dari kampungnya dia kok". Nah lho? Tapi ketika menguntungkan kubu sebelah, maka akan muncul gremeng-gremeng dari Indonesia semisal "wasitnya kok gak berpihak pada pak pelatih Shin ya? Apa mereka di Korea punya masalah?" nah lho, nah lho?

Seperti contoh, pelanggaran keras kepada Witan Sulaeman memang layak untuk mendapatkan kartu, dan itu sudah dilakukan. Tapi ketika pemain yang sama melakukan pelanggaran keras kembali, dia tak mendapatkan kartu karena dipastikan akan keluar dari pertarungan yang belum selesai. Secara aturan, hal ini memang salah, karena pelanggaran keras layak untuk mendapatkan kartu. Namun, disinilah sisi sentimentil sang pengadil muncul "jika saya berikan kartu lagi, ini pemain bisa keluar. Nanti saya dikira membela tim yang ada Korea Selatannya. Bisa dibilang gak profesional nih aku". Bisa jadi kayak gitu kan?

Atau ketika Ricky Kambuaya yang dijatuhkan di kotak penalty, tapi sang wasit hanya memberikan tendangan bebas, tentu ini memang salah. Tapi, kembali lagi, sisi sentimentilnya mungkin yang keluar.

Akhirnya, demi mengejar profesionalismenya sebagai wasit, serta menghindari rasan-rasan dari kubu sebelah dan para tetangga, Kim Hee-gon justru memberikan keputusan-keputusan yang merugikan timnas Indonesia.

Ah, tulisan macam apa ini?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline