Lihat ke Halaman Asli

Strategi Nuklir yang Dilakukan oleh Negara-Negara Pemilik Teknologi Nuklir

Diperbarui: 19 April 2022   16:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Pada artikel ini akan membahas tentang strategi nuklir yang dilakukan oleh negara-negara pemilik senjata nuklir, pada dasarnya senjata nuklir adalah masalah yang terkesan klasik di dalam hubungan internasional, dan karena banyaknya uji coba senjata nuklir yang sering terjadi, hal tersebut dapat mengancam perdamaian dunia dan masa depan masyarakat internasional. 

Kontroversi tentang nuklir yang terjadi di dalam tingkat internasional salah satunya merupakan interaksi yang terjadi antara negara-negara yang memiliki senjata nuklir dengan negara-negara yang tidak memiliki senjata nuklir.

Sejak dipergunakan oleh Amerika Serikat dalam Perang Dunia II, yatu ketika dua buah bom atom menghantam kota Hiroshima dan juga Nagasaki pada bulan Agustus tahun 1945, Jepang merasakan kengerian dari ledakan maupun radiasi yang dihasilkan oleh bom atom yang di beri nama Little Boy dan Fatman yang diluncurkan oleh Amerika Serikat tersebut. 

Kedua bom atom tadi menghancurkan kedua kota tersebut, yang menyebabkan lebih dari 200.000 kematian dan juga penyakit yang muncul akibat dari paparan radiasi nuklir tadi.

Selama terjadi nya Perang Dingin, pada akhir abad ke-20 terdapat sebuah kekhawatiran yang baru, yang juga sekaligus menjadi pokok kekhawatiran dari sejumlah pengamat yaitu terjadinya penyalahgunaan dari teknologi nuklir sebagai alat utama sistem pertahanan, teknologi nuklir tersebut juga dapat di gunakan untuk perang nuklir. Intensitas penggunaan dari teknologi nuklir terus menerus mengalami peningkatan mulai tahun 1980-an, hal ini terjadi di banyak negara terutama dua negara super power pada saat itu, yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet, di kedua negara tersebut hampir setiap hari melakukan peningkatan riset, pemahaman dan aktivitas nuklir nya, entah hal-hal tersebut dilakukan sebagai riset agar dapat memajukan pembangkit listrik bertenaga nuklir atau pun disalahgunakan demi kepentingan perang.

Pergerakan dan aktivitas yang terjadi tadi dapat memicu ketegangan di antara negara-negara tetangga maupun negara-negara rival mereka, penyalahgunaan teknologi nuklir di dalam perang dinilai tidak manusiawi karena dampak yang akan muncul jika suatu perang nuklir terjadi antar negara, dampaknya akan lebih parah daripada dampak yang dihasilkan oleh peristiwa Perang Dunia, dan penyalahgunaan teknologi nuklir didalam perang juga termasuk mencoreng semangat yang dimiliki oleh masyarakat global dalam menyuarakan untuk menjaga perdamaian dunia.

Teknologi nuklir menjadi perhatian utama bagi negara-negara yang berada dalam komunitas internasional baik bagi negara yang memiliki maupun negara yang tidak memiliki teknologi atau senjata nuklir. 

Uji coba nuklir yang dilakukan oleh negara yang berada di luar dari Permanen 5, yang beranggotakan Amerika Serikat, Russia, Inggris, Perancis, dan China. Berarti negara yang melakukan uji coba nuklir diluar dari lima negara tadi dianggap berpotensi dapat menjadi ancaman baik bagi negara P5 maupun negara-negara lainnya.

Negara-negara non P5 yang pernah melakukan uji coba nuklir adalah India, Pakistan dan Korea Utara. Seperti yang sebelumnya  dijelaskan teknologi nuklir jika disalah gunakan dapat menjadi masalah utama yang mengganggu keamanan internasional dan menyebabkan masa depan perdamaian dunia berada di ambang kehancuran. 

Uji coba nuklir yang dilakukan oleh Korea Utara pada tanggal 9 Oktober 2006 lalu, dianggap sebagai salah satu bentuk ancaman terbaru atas masalah senjata nuklir yang masih terus diupayakan cara penyelesaiannya. 

Pihak-pihak yang takut akan dampak yang akan dihasilkan dari uji coba nuklir Korea Utara segera memberikan reaksi keras kepada Korea Utara, PBB juga mengeluarkan Resolusi 1718 yang isinya mengandung larangan aktivitas nuklir Korea Utara.

Semakin sering terjadinya protes internasional tentang bahaya dari senjata nuklir bukan hanya bagi yang terkena dampak dari radiasi tersebut secara langsung tetapi juga bagi negara-negara yang wilayah udaranya ikut terkena debu radio aktif, karena hal ini komunitas internasional berupaya untuk mencegah uji coba nuklir yang terjadi. 

Upaya-upaya ini dimulai dengan kesepakatan "Limited Test Ban Treaty" tahun 1963, kesepakatan yang berikutnya adalah kesepakatan "The Threshold Test Ban Treaty" tahun 1974 kesepakatan ini merupakan upaya pelarangan dilakukannya uji coba nuklir bawah tanah.

Pelarangan uji coba nuklir pun terus mengalami perkembangan dan kemajuan dengan ditandatanganinya "The Peaceful Nuclear Explosion Treaty" tahun 1976, kesepakatan ini mendapatkan reaksi dari Amerika Serikat yang berusaha untuk menekankan pembentukan kesepakatan baru tentang pelarangan uji coba nuklir komprehensif, atau yang disebut juga Comprehensive Test Ban Treaty (CTBT) yang melarang segala uji coba nuklir menggunakan ledakan.

Upaya pelarangan uji coba nuklir ini didukung oleh PBB yang juga ikut menghimbau kepada komunitas internasional untuk mengesahkan CTBT, hingga akhirnya sebanyak 176 negara telah menandatangani CTBT dan 132 negara mengesahkan CTBT yang terjadi pada tanggal 21 Juni 2006, PBB pun melanjutkan upaya nya tersebut dengan Konferensi Pelucutan Senjata yang sekaligus menjadi upaya diplomasi multilateral dan juga forum untuk negosiasi komunitas internasional. 

Konferensi ini telah dilaksanakan sebanyak empat kali, hasil yang didapat dari dari Konferensi tersebut merupakan terbentuknya pelaksanaan traktat "Nuclear Non Proliferation Treaty" atau yang disingkat NPT.

NPT ini berisi ketentuan yang menyatakan bahwa negara-negara yang menggunakan teknologi nuklir dibagi menjadi dua bagian, yaitu yang pertama negara negara P5 yang dianggap sebagai negara utama pemilik teknologi dan juga senjata nuklir seperti Amerika Serikat, Rusia, Inggris, Perancis, dan Cina yang juga merupakan anggota tetap Dewan Keamanan PBB, yang kedua merupakan negara-negara yang tidak memiliki teknologi ataupun senjata nuklir, dan negara-negara ini berperan untuk mengontol penyebaran teknologi nuklir dengan  menempatkan CTBT sebagai dasar nya.

Menurut penulis, kesimpulan yang dapat diambil dari artikel ini adalah teknologi nuklir dapat bermanfaat di dalam kehidupan manusia, tetapi karena seringnya terjadi penyalahgunaan terhadap teknologi nuklir, yaitu senjata nuklir. Dan uji coba yang dilakukan untuk memastikan bahwa teknologi maupun senjata nuklir dapat bekerja dengan baik sudah cukup sering terjadi, hal itu membuat negara-negara lain merasa takut karena dampak dari radiasi nuklir itu sangat buruk. 

Sudah cukup banyak kesepakatan yang dibuat dan disetujui oleh negara-negara dalam hal mengurangi uji coba nuklir, hingga pada akhirnya sampai ke kesepakatan Comprehensive Test Ban Treaty (CTBT) yaitu kesepakatan yang melarang dilakukannya uji coba senjata nuklir. Dengan ini diharapkan bahwa hal ini akan dapat menjaga perdamaian internasional, dan dapat mengurangi nuklir sebagai senjata







Referensi

Sarjiati, U. (2018). Risiko Nuklir Dan Respon Publik Terhadap Bencana Nuclear Risk and Public Response To Fukushima Nuclear. Jurnal Kajian Wilayah, 9(1), 46--61.

Rr.Yustiningrum, E. (2006). Masalah Senjata Nuklir Dan Masa Depan Perdamaian Dunia. 19--32.

Wicaksana, I. G. W. (2016). Efektifitas Rezim Non-proliferasi Nuklir Global: Teorisasi dan Implementasi. Universitas Airlangga, 1-20 hlm. file:///C:/Users/Lenovo/Downloads/17-106-1-PB (1).pdf

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline