Lihat ke Halaman Asli

Kerajaan Jin

Diperbarui: 4 April 2017   16:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Berjalan rombongan melewati tiap jalanan di kampung ini sambil membawa tampah dan mengetuk-ngetuk tampah tersebut seperti layaknya memukuli kentongan. Sambil mulut komat kamit dan di dada mereka masing-masing membaca do’a agar seseorang yang menghilang secara ghaib dapat kembali pada keluarganya. Itu yang dilakukan warga kampung ini mencari salah seorang warganya yang menghilang diculik oleh jin. Konon, seseorang yang menghilang itu dibawa ke dalam kerajaan jin sehingga sulit terlihat keberadaannya oleh manusia.

***

Kerlap kerlip cahaya kembang api dan suara letupannya masih tersisa di malam kedua menginjakkan hari di tahun baru. Gegap gempita milyaran manusia juga terasa kesedihan menyelimuti kampung ini. Kesedihan seorang perempuan tua yang telah kehilangan salah satu anak laki-lakinya. Mak Ijah salah seorang tukang pijat yang terkenal di kampung ini. Ada rasa sesak di dada Mak Ijah yang sudah kehilangan anaknya selama kurang lebih dua belas hari.

Ujang, anak Mak Ijah, siang itu di hari Jum’at hari terakhir ia menghilang secara ghaib. Siang itu, seperti biasa Ujang pergi ke mesjid dekat rumah untuk melaksanakan shalat Jum’at berjama’ah. Masih ada yang sempat melihat Ujang di dalam mesjid dan berkerumun dengan para jama’ah shalat Jum’at lainnya. Namun, usai shalat Jum’at tak ada lagi yang melihat keberadaan Ujang. Keluarganya pun kebingungan karena tak biasanya Ujang tak langsung pulang ke rumah seusai bubar shalat Jum’at. Sehari Ujang tak kunjung pulang sudah membuat Mak Ijah khawatir dan gelisah. Apalagi istrinya Ujang menanyakan keberadaan suaminya pada mertuanya itu. Mak Ijah bingung harus menjawab apa.

Mak Ijah mengikuti saran dari tetangganya agar mengunjungi tokoh sesepuh yang dianggap “orang pintar” yang dapat melihat secara ghaib keberadaan Ujang. Mendapat petunjuk bahwa Ujang telah diculik jin dan dibawa ke dalam kerajaannya. Mak Ijah setengah pingsan mendengarnya dan tertunduk lesu seperti kehilangan semangat hidupnya. Kehilangan Ujang membuat Mak Ijah susah tidur dan susah makan, tiap jam hanya memikirkan keberadaan Ujang yang entah dimana. Diculik jin, itu yang ditakutinya dalam hati karena kemungkinan kecil Ujang dapat kembali berkumpul bersama keluarganya lagi. Kalaupun kembali konon ingatannya tak akan sama seperti sebelumnya atau bisa dibilang hilang ingatan atau tak waras. Mak Ijah hanya terisak sendirian sambil mengelus dada.

Siang itu aku dan ibu melewati ke depan rumah Mak Ijah yang dekat dengan tempat pemakaman. Aku dan ibu sengaja pergi ke Tasik di penghujung tahun untuk berziarah ke makam almarhum bapak. Mungkin karena jarak yang ditempuh cukup jauh untuk berziarah ke makam almarhum bapak jadi hanya saat hari Raya Idhul Fitri dan hari Raya Idhul Adha saja menyempatkan waktu berziarah. Setahun hanya sempat berziarah beberapa kali saja. Menggunakan kesempatan di penghujung tahun pergi ke Tasik, menginap beberapa hari di rumah bibi, adik perempuan ibu.

Mak Ijah melambaikan tangan ke arah ibuku dan berteriak memanggil nama ibuku. Ibu dan aku berhenti sesaat di halaman rumah Mak Ijah. Mak Ijah segera menghampiri dan menyalami ibuku. Mungkin rasa haru sudah beberapa bulan setelah hari Raya Idhul Fitri tak bertemu dengan ibuku. Tiba-tiba saja Mak Ijah terisak-isak dan menceritakan kejadian kehilangan anak laki-lakinya itu. Mak Ijah ikut berziarah ke makam almarhum bapak. Sepulang berziarah Mak Ijah mengajak mampir ke dalam rumahnya. Di rumahnya Mak Ijah selalu menyebut-nyebut nama Ujang sambil terisak-isak. Memberikan sebuah foto Ujang bersama istrinya. Meminta pertolongan agar ibuku juga mau membantunya. Ibuku tak tahu apa-apa dan tak tahu harus berbuat apa. Di simpan saja foto itu ke dalam saku celana.

***

Esok harinya, masih dalam usaha pencarian Ujang yang menghilang secara ghaib itu. Hari kedua dilakukan sebelum adzan Maghrib. Konon, sebelum adzan Maghrib itu makhluk ghaib sedang berkeliaran di sekeliling manusia. Hanya saja ghaib dan tak terlihat oleh pandangan manusia.

Hujan rintik-rintik tak mematahkan semangat sebagian warga kampung dalam usaha mencari Ujang. Tiap orang harus membawa tampah untuk syarat dalam mencari Ujang. Sambil mulut komat kamit dan di dada mereka masing-masing mengucapkan do’a.

Malam itu rasanya suasana kampung terasa sunyi. Tak tampak suasana gegap gempita tahun baru seperti malam kemarin. Di rumah hanya ada nenek, bibi, saudara sepupu dan keponakan. Paman sedang berada di luar rumah, ada pengajian. Rasanya suasana rumah terasa ikut sunyi.

“Mak Ijah harusnya segera memberitahukan Ujang menghilang pada hari itu juga. Kalau sudah lebih dari dua belas hari agak susah menemukannya kembali. Kalau si Mimi kan hilang pagi hari dan kembali pada malam harinya, belum sehari karena belum sempat diberi makanan oleh jin”, celetuk bibiku dalam keheningan.

“Iya, jadi ingat kejadian belasan tahun yang lalu saat kejadian si Mimi hilang diculik jin. Waktu itu neng masih kecil ya..”, sahut saudara sepupuku menoleh ke arah ibunya.

Seperti mengulang sejarah kampung ini. Belasan tahun yang lalu, Mimi, yang mengasuh anak-anak bibiku selagi ditinggal pergi mengajar pernah menghilang secara ghaib. Kejadiannya sama dengan kejadian Ujang saat ini yang menghilang begitu saja. Sama-sama menghilang diculik jin dan dibawa ke dalam kerajaannya. Hanya saja Mimi langsung saat hari itu juga diberi berbagai do’a dan air yang sudah diberi do’a di muncratkan ke pakaian, sprei, bantal dan tempat tidur saat Mimi menghilang.

Menjelang tengah malam Mimi dikembalikan lagi oleh rombongan jin. Konon, ada yang sempat melihat malam Mimi dikembalikan. Malam itu rasanya suara Mimi terasa begitu asing tertiup angin malam memanggil-manggil nama bibiku. Malam itu Mimi di apit oleh rombongan jin yang berjanggut panjang dan menyeramkan. Malam yang hening. “Tak ada yang berani keluar rumah pada malam itu”, celetuk bibiku.

Bibi pada malam itu sedang berkumpul di dalam kamar beserta saudara sepupunya dan anak-anak yang masih kecil. Tiba-tiba saja tempat tidur seperti diguncang-guncangkan oleh seseorang. Terasa seperti ada gempa. Anehnya bukan gempa karena yang bergerak hanya tempat tidur saja. Suara Mimi timbul tenggelam terbawa angin malam. Memanggil-manggil nama bibiku. Bibiku semakin ringkik dan ketakutan. Paman sedang ada pengajian dan tidak ada di rumah. Di rumah semuanya perempuan yang penakut. Memberanikan diri membuka pintu sampai akhirnya paman pulang ke rumah dan menemukan Mimi sedang berjongkok di pancuran air samping rumah. Badannya licin seperti belut. Seketika diberi air yang sudah diberi do’a oleh paman agar Mimi kembali tersadar.

Mimi yang mulai sadar dan menceritakan apa yang sudah terjadi. Selama hampir setengah hari ia menghilang dan Mimi menceritakan dibawa ke suatu tempat bangunan yang megah. Tapi, dari kejauhan Mimi dapat melihat warga kampung yang hilir mudik melewatinya. Suara parau Mimi sedikit pun tak di dengar oleh warga kampung itu. Dilihatnya secara sadar bahwa ia seperti berada di bawah tanah. Seperti di dalam selokan air. Dan sangat dekat dengan sungai Citanduy. Mimi mengenal tempat ini, “Seperti di Cibagbag”, pikirnya dalam hati. Mimi hanya terdiam lemas dan menyerah. Badannya habis di cakar oleh makhluk ghaib yang baru dilihatnya. Itu karena Mimi menolak diberi makanan. Semakin Mimi menolak semakin banyak cakaran di tubuhnya. Mimi merintih kesakitan.

Cerita ini sudah beberapa kali aku dengar. Cerita yang berulang-ulang semenjak aku kecil. Selalu diceritakan bibi dan pamanku pada semua orang. Itu kisah nyata Mimi. Kebetulan aku pernah tinggal bersama bibi dan paman beberapa tahun dan sekolah di kampung ini. Aku hapal di luar kepala cerita Mimi ini.

Seperti malam ini kembali ke masa Mimi menghilang secara ghaib. Terasa hening diringi suara rintik-rintik hujan. Suara ketukan tampah dari rombongan warga kampung terasa jauh dan semakin jauh terdengar. Mereka sedang berkeliling mencari Ujang.

Pencarian hari pertama dan hari kedua belum membuahkan hasil. Ujang masih belum ditemukan. Ada anak kecil yang selintas melihat Ujang sedang menyapu halaman di depan halaman Taman Kanak-Kanak namun setelah ditengok oleh ibunya tak ada siapa-siapa. Menyimpan tanda tanya, dimana keberadaan Ujang? Tak ada yang bisa menemukannya.

Mak Ijah hanya dapat bersabar sambil terus mengelus dada. Entah kapan Ujang kembali ke rumah, bisiknya dalam hati. Semua menanti pulangnya Ujang. Angin pun tak dapat menyampaikan kabar tentang Ujang. Malam berganti malam, Mak Ijah terus menanti pada kesunyian malam. Kembalilah Nak, kembali pulang ke rumah wahai Ujang anakku. Mak Ijah menatap jendela sambil merintih terisak-isak. Tak ada tanda-tanda munculnya Ujang dari balik jendela rumah.

Di bulan Februari aku mendapat kabar dari seorang sahabat. Dikatakannya Ujang telah kembali ke rumah. Dan ternyata selama ini Ujang pergi ke Garut tanpa sepengetahuan keluarganya. Mendadak rasanya dunia ini lucu seketika. Tetap menjadi misteri kisah hilangnya Mimi di masa lalu, benarkah menghilang ke kerajaan Jin? Hanya malam yang berbintang yang mampu menjawabnya.



Bandung, Januari 2013

Kisah nyata ini dibalut sebagian fiksi. Nama tokoh bukan nama yang sebenarnya. Kisah nyata di Kampung Godebag lokasi Ponpes Suryalaya, Tasikmalaya. Hanya potret kecil sebagian kecil masyarakat masih mempercayai mitos atau tradisi disamping kuatnya ajaran agama Islam. Mumpung rehat libur hari Nyepi posting catatan bulan Januari kemarin. Selamat berlibur ^_^




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline