Lihat ke Halaman Asli

Arlindya Sari

Karyawan swasta yang bercita-cita menjadi fulltime mom & blogger, tertarik dengan dunia politik dan travelling

Cahaya untuk Palu, Sigi, dan Donggala

Diperbarui: 20 Oktober 2018   17:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi Pribadi

Tuhan...
Mengapa gelap sekali, tak ada cahaya setitikpun
Perih, entah batu apa yang menusuk kaki yang tanpa alas ini
Rintihan suara tangis, begitu sayu menyayat hati
Teriakan lirih memanggil namamu ayah, ibu
Baru saja kudengar deru ombak membahana
Riuh bumi yang bergemuruh
Kini sepi menyeruak malam yang gelap
Hanya terdengar suara batin..."mengapa?"
Tanah kelahiran yang kini hancur luluh lantak
Menyisakan trauma, entah akan kembali atau tidak
Tapi kami terlalu cinta pada negeri ini
Begitu banyak saudara sebangsa yang menyalakan api semangat

Negeriku Indonesia, begitu cantik membentang dari barat ke timur dengan gugusan pulau dan gunung berapi. Namun, Indonesiaku berada di kawasan rawan bencana. Sering aku mendengar kabar bencana dari pelosok negeri seperti banjir bandang, longsor, gempa bumi atau gunung meletus. Sepertinya sudah menjadi berita rutin yang menghiasi layar kaca. September ceria kini berkabung duka. 

Tak disangka, diakhir bulan September lalu perhatianku teralihkan ke kawasan timur negeri. Palu, Sigi, Donggala dan sekitarnya di kawasan Sulawesi Tengah diguncang bencana. Tak seperti biasanya, kali ini hati berdegup kencang, menyaksikan hebatnya amarah bumi meluluh lantakkan kota yang sedang bersiap bersuka cita merayakan hari jadinya. 

Gelombang tsunami dan gejolak bumi seolah berkejaran, menyisakan puing-puing dan tangis ditengah kegelapan. Hati ini perih menyaksikan saudara yang kehilangan sanak saudara hingga masa depan.

Namun negeriku tak hanya cantik alamnya, rasa persaudaraan masyarakatnya menambah keindahan bangsa ini. Begitu banyak bala bantuan yang berdatangan dari pelosok negeri, seolah ikut merasakan kepedihan saudara-saudara kita di Sulawesi Tengah. Begitu pula teman-teman diseluruh penjuru dunia, ikut bersimpati dan memberikan bantuan kepada korban di Sulawesi Tengah. 

Ditengah perselisihan dan persaingan dunia, nyatanya bencana ini bisa menyatukan kita semua. Pemerintah, masyarakat, BUMN, organisasi masyarakat semua saling bahu membahu memberikan pertolongan medis, logistik dan trauma healing tanpa melihat lagi perbedaan suku, agama, ras bahkan pilihan politik. Ya...untuk melakukan kebaikan kita hanya perlu menjadi manusia.

Rabu malam 17 Oktober 2018 kemarin, bertempat disebuah coffee shop di kawasan Jakarta Pusat dilangsungkan acara Nangkring Kompasiana bertema "Energi untuk Sulawesi Tengah". Nara sumber dari External Communication Manager Pertamina Bp. Arya Dwi Paramita memaparkan peranan Pertamina dalam membantu korban bencana di Sulawesi Tengah. 

Pertamina sebagai salah satu BUMN di Indonesia yang bergerak dibidang energi ini fokus membantu supply energi untuk daerah bencana di Palu dan sekitarnya. Mengapa energi? Ya...karena semua butuh energi untuk bergerak, ungkap Bp. Arya Dwi Paramita. Sandang, pangan dan papan sebagai kebutuhan pokok masyarakat tidak dapat tersalurkan bila tidak ada energi. Seperti yang kita ketahui, bencana tsunami dan gempa di Palu dan sekitarnya telah memutus akses jalan dan listrik. 

Banyaknya bantuan tidak akan sampai kepada para korban langsung bila tidak disalurkan. Kebutuhan logistik perlu disalurkan baik melalui darat maupun udara, dan semua moda tranportasi itu butuh bahan bakar. Rumah sakit tidak bisa maksimal melakukan pelayanan bila tidak ada listrik. Sumber listrik darurat yang ada berupa genset yang butuh bahan bakar agar bisa bekerja. Kehidupan ekonomi perlahan kembali normal dengan adanya supply energi.

Dokumentasi Pribadi

Pertamina sendiri mengirimkan bantuan logistik dan relawan kesehatan via darat dengan menggunakan truk, namun terkendala akses jalan yang terputus. Warga setempat ikut membantu truk pengangkut logistik dan ahli medis Pertamina agar dapat melanjutkan perjalanan. 

Terminal BBM Donggala untuk supply bahan bakar daerah Sulawesi Tengah sendiri berada di tepi laut dan hancur diterjang tsunami. Bisa dibayangkan kesulitan yang dialami Pertamina dan para korban di Palu dan sekitarnya saat terjadi bencana. Dalam keadaan darurat, Pertamina mencoba menyalurkan bahan bakar dari terminal BBM terdekat seperti dari Makassar. Segala upaya dikerahkan hingga pada tanggal 7 Oktober 2018 SPBU Pertamina kembali normal, bahkan 10 SPBU sudah beroperasi 24 jam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline