Lihat ke Halaman Asli

Arla Lian Sabilla

Pelajar/ mahasiswi

Kritik Sastra: Rumah Tanpa Jendela

Diperbarui: 9 Februari 2023   15:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Rumah Tanpa Jendela yang ditulis oleh Asma Nadia ini seakan membagikan filosofi hasrat dari seorang Rara yang hidup dalam garis kemiskinan dalam mewujudkan mimpinya. Rara cerminan dari seorang anak yang hampir sama dengan Rara Rara lain di belahan dunia manapun yang tidak pernah ingin hidup seperti ini. 

Dalam menjalani kisahnya Rara boleh jadi "mengangguk" saja saat Asma Nadia menyematkan nama Rara sebagai tokoh utama dalam karya fiksinya ini. Rumah Tanpa Jendela mengisyaratkan kepada siapapun bahwa tak kan pernah nyaman saat bernaung dalam sebuah rumah yang untuk bernafas saja, sesak. 

Singkatnya novel ini menceritakan tentang seorang anak yang sangat menginginkan rumahnya mempunyai jendela. Mimpinya yang sangat sederhana itu ternyata sangat sulit untuk direalisasikan. Rara hanya tinggal bersama nenek dan ayahnya di pemukiman kumuh. Tak ada seorangpun di lingkungan tempatnya tinggal yang mendukung mimpinya, mereka menganggap bahwa jendela bukanlah suatu kebutuhan melainkan hanya pajangan saja. Pemikiran ini tentu saja akan kita jumpai jika kita berkunjung ke daerah daerah kumuh yang  padat penduduk. Mereka berfikir bahwa jendela yang berfungsi untuk sirkulasi udara, bisa di ambil alih oleh pintu rumah mereka yang terbuka. 

Asma Nadia menceritakan adegan- adegan dalam novel dengan sangat detail sehingga pembacanya bisa membayangkan kejadian-kejadian dalam novel tersebut. Selain itu, Kalimat yang tidak terlalu kompleks juga memudahkan para pembaca untuk mengerti pesan yang disampaikan oleh asma.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline