Lihat ke Halaman Asli

SBY dan Johar Arifin Berupaya Sembunyikan Papua

Diperbarui: 25 Juni 2015   20:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemerintah masih melarang wartawan asing meliput Papua. Alasannya, keamanan WNA di jaga. Tindakan pelarangan semacam itu merupakan tindakan menyembunyikan Papua dari dunia. Hal yang sama dilakukan PSSI di bawah kepemimpinan Johar Arifin. Setelah merekomendasikan Persipura di coret di LCA, untuk kedua kalinya tiket persipura ke LCA dari AFC di tahan di kantor PSSI. Manajemen Persipura sudah memastikan kalau AFC memberi tiket karena sudah ada putusan sela dari CAS soal Persipura.

Kepengurusan Johar ini bukan saja sekarang ini tidak melanjutkan tiket tersebut ke Papua, surat pertama dari CAS pun mereka hilangkan, sampai keputusan CAS turun baru mereka kocar kacir.

Soal Papua memang empuk sekali bagi penguasa negeri ini. Dari jaman orde baru sampai reformasi ini, kelakukan mereka sama. Mereka takut, kalau Papua terkenal di dunia, kebusukan negara di Papua tak mungkin ada. Soalnya, Papua bagi elit pusat merupakan ladang pengumpulah upah dari bisnis mereka. Suara orang Papua di redam. Di lapangan hijau pun di redam. Kenapa kalian sembunyikan Papua, ada apa?

Suharto dulu pakai stigma GPK, Separatis. SBY sekarang pakai isu keamanan untuk melarang orang ke Papua. Lalu, Johar Arifin pakai alasan statuta untuk meredam klub sepak bola asal Papua. Ada saja yang mereka bikin untuk menipu rakyat Papua, dengan berbagai cara yang canggih. Suharto memang gerakan peredamannya kasar, dia pakai senjata. Sekarang, politik kamuflase itu lebih canggih dan halus. Mereka tebar senyum pesona lalu bilang cinta Papua. Padahal, tindakan mereka justru membunuh Papua.

Lapangan Mandala Jayapura yang merupakan markas Persipura saat ini, adalah bekas perjuangan mantan Pangdam ( waktu itu sebutannya bukan pangdam ), dibangun untuk memperjuangkan talenta-talenta Papua di lapangan hijau. Namun, disatu sisi, begitu muncul kehebatan anak-anak Papua, mereka menari dengan bola bikin orang Papua bangga. Karena bangga terhadap klub menjadi semangat nasionalisme Papua, pemerintah kemudian menganggap mutiara hitam ( jaman suharto ) sebagai musuh. Pemain persipura banyak yang lari hingga ke Belanda sampai sekarang karena terancam.

Susilo Bambang Yudhoyono pun tak kalah menerapkan cara yang sama, ini lebih halus dan busuk. Dia kampanye ke dunia bahwa otsus sudah solusi, tapi mestinya dia sendiri sadar kalau UP4B yang baru dikeluarkan itu akibat dari otsus sudah jalan ke laut. Manis di bibir, itulah SBY. Tarik pasukan, pemerintah tak pakai kekerasan, pendekatan dialog dilakukan. Setelah itu, dia ( presiden ) suruh polisi keluarkan Red Notice untuk Beni Wenda di Inggris, operasi keamanan terus dilakukan di Puncak Jaya, Investasi terus meningkat ke Papua, kekerasan di Freeport belum satu pun pelaku di ungkap.

Tak kalah pentignya menyimak pernyataan dari nahkoda PSSI-Johar. Beliau bilang, PSSI kubunya gembira karena Persipura di loloskan ikut LCA sebagai wakil Indonesia. Lalu sejalan dengan itu, dia mengirim putusan banding sesuai permintaan Arbitrase Olah raga dunia itu. Eh, tau-tau, surat dari AFC ke Persipura via PSSI belum diberikan oleh PSSI ke Persipura. Rencana jahat dari Johar Arifin mengulur waktu agar penyelenggaraan Champion lewat waktu. Politik halus semacam ini, satu fakta bahwa praktik politik dalam sepak bola, hanya ditujukan kepada Papua.

Sampai kapankan tindakan menyembunyikan Papua terus dilakukan?. Saya tidak percaya dengan pernyataan pemimpin negeri ini tentang Papua. Mereka bicara bangun Papua, kami cinta Papua, Pemerintah Indonesia berjuang untuk keadilan Papua. Wah, kata-katanya penuh rayu. Eh, coba lihat apa yang mereka peragakan ke Papua. Terbalik dari apa yang mereka utarakan. SBY dan Johar Arifin hanyalah dua pemimpin yang mengemuka dengan cara mereka. Belum lagi pola-pola semacam ini masih di pakai oleh berbagai pemimpin tentang Papua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline