[caption id="attachment_153984" align="aligncenter" width="640" caption="Foto: Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang baru beberapa hari terpilih Abraham Samad, Mengunakan pete pete (angkot) ketika tiba dan kembali menaiki angkot usai berkunjung ke kantor Tribun Timur di Jl Cenderawasih, Makassar, Senin (5/12/2011) (TRIBUN TIMUR/ ILHAM)"][/caption] Sebelum terpilih menjadi ketua KPK periode 2011-2015, Abraham Samad mulai diseleksi dari berbagai kalangan. Tidak saja pemerintah yang berwenang menyeksinya, tetapi publik juga. Seperti penulis sendiri memuat tulisan bernada " ragu "terhadap sosok Abraham yang berniat berantas korupsi di pertambangan diawali dari freeport. Seleksi punya seleksi, tibalah pemilihan. Indonesia sudah punya ketua baru yang siap berantas korupsi. Kalau saja selama uji kelayakan, penilaian terhadap Abraham lebih pada kekayaan intelektualitas ilmiah yang dimilikinya. Setelah terpilih, ternyata sosok orang Makasar ( Makate-Papua ) ini sederhana. Lebih baik saya (Abraham Samad) mati ditembak pejabat daripada mati di tempat tidur karena serangan jantung. Ucapan tersebut dilontarkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi-RI yang juga pendiri Anti Corruption Committee (ACC) juga jebolan UNHAS menuturkan akan menuntaskan kasus kasus besar korupsi, lebih baik saya mati ditembak pejabat daripada mati di tempat tidur karena serangan jantun. Tidak saja ucapannya yang berani, tetapi kesederhanaan pun dia tunjukan. Abraham membuktikan kesederhaanya seketika menyambangi Kantor Redaksi Tribunnews. Redaksi menanti kedatangan Abraham dengan perkiraan Abraham menumpang mobil pribadi. Prediksi salah! Ia malah datang menumpang angkutan umum dan langsung masuk ruangan tanpa ada sambut menyambut walau sempat dikebut. Untuk membuktikan pernyataan bahwa dia sangat kagum dengan sosok Abraham Lincoln yang seorang penguasa Amerika Serikat tetapi sederhana hidupnya, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang baru beberapa hari terpilih Abraham Samad, menumpang pete-pete (Angkot) ketika tiba dan kembali menaiki angkot usai berkunjung ke kantor Tribun Timur di Jl Cenderawasih, Makassar, Senin (5/12/2011). [caption id="attachment_153989" align="aligncenter" width="565" caption="Foto 2"][/caption]
Bukannya sebagai pejabat negara harus naik mobil mewah yang mahal plus kawalan petugas, tapi Abraham menumpangi mobil angkutan umum (angkutan kota/Angkot) yang lazim disebut Pete-pete di Makassar. Sekitar pukul 14.20 Wita dia ( Ibarahim/Abraham ) menginjakkan kakinya di seberang jalan depan pintu masuk Tribun. Setibanya di tujuan, komandan KPK ini disibukkan mencari uang recehnya untuk membayar ongkos. Dompet dan sakunya disisir satu persatu mencari uang receh. Uang pecahan seribu kusamnya akhirnya terkumpul Rp 3.500. Redaksi Tribun yang tengah minanti anak kolong ini sejak pukul 12.30 WIB kaget. Abraham luput dari intaian mereka. [caption id="attachment_153988" align="aligncenter" width="565" caption="Foto 3"][/caption]
Eh, para pejabat, ingat anda yang bermewah-mewah, siap-siap hadapi gebrakan yang datang dari manusia sesederhana Bram Samad ini. Sebelum dilantik dan menjalankan tugasnya, petinggi KPK sudah menunjukan apa yang akan dia lakukan. Bahwa fasilitas yang mewah bukan ukuran, tetapi tindakan nyata. Abraham dan Bambang Wijoyanto merupakan sosok pemberantas korupsi yang kesehariannya sederhana. Tunjukan bahwa kesederhanaan yang dimilki bukan berarti tidak bisa berantas kasus-kasur mafia pertambangan, century dan segalanya. Jika selama dua kepemimpinan KPK sebelumnya masih berputar pada korupsi birokrasi pemerintahan, kini saatnya, perusahaan asing harus di genjot. Freeport merupakan perusahaan satu-satunya yang kebal hukum. Selalu lolos dari suap menyuap. Seketika KPK berani membongkar jaring antara modal-penguasa dan militer, disitulah letak malapetaka separatisme korporasi yang kian subur. Berantas! Mengutip statemen Wahana Lingkungan Hidup Indonesia ( WALHI ) via Republika, bahwa Korupsi Sumber Daya Alam (SDA) memiliki dampak yang jauh lebih berat dibanding korupsi lainnya. Korupsi SDA bukan hanya merugikan negara secara finansial, tetapi juga aset masa depan negara dan tatanan berbangsa dan bernegara. Lanjutnya, Secara finansial, korupsi SDA merugikan negara karena negara yang seharusnya menikmati hasil SDA justru tidak mendapatkan apa-apa. Hal itu, menurut Direktur Eksekutif Walhi Pusat, Berry Nahdian Furqon, dapat dilihat dari kasus pertambangan Batubara. Semoga saja, kesederhanaan pimpinan KPK yang baru terpilih membuat pejabat lainnya " tahu diri " dan sadar. Pemberantasan maupun pencegahan korupsi merupakan persoalan sederhana?. Iya, sederhana bila yang salah di hukum dan tidak salah dibebaskan. Tetapi akan menjadi rumit seketika kasus korupsi dijadikan bola panas untuk saling gertak menggertak. Budaya hedonisme pejabat negara hendak diberantas.
[caption id="attachment_153990" align="aligncenter" width="590" caption="Gambar Struktur Keluarga Rockefeller pemilik Pertambangan Emas dan Batu Bara di Papua ( Freeport )"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H