Lihat ke Halaman Asli

Cara Jitu Kalahkan Ahok (Bag 1, Pencitraan)

Diperbarui: 11 Maret 2016   13:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pilkada DKI Jakarta semakin hari semakin hot, walaupun kurang lebih masih ada satu tahun lagi pelaksanaannya. Ini dikarenakan DKI Jakarta adalah magnet terbesar di Indonesia, etalase bangsa ini, sebuah barometer dan daerah paling strategis untuk mendapat kekuasaan bangsa ini. Oleh sebab itu semua parpol politik berusaha keras untuk merebut DKI Jakarta menjadi daerah ‘jajahannya’.

Tokoh-tokoh politik kaliber daerah maupun nasional pun sudah mempersiapkan ancang-ancang, baik dana, tim sukses, strategi pencitraan, silahturahmi politik, serta amunisi-amunisi siap dikeluarkan untuk merebut tampuk kepemimpinan di Jakarta ini.


Namun tokoh-tokoh yang sudah mendeklarasikan diri untuk melawan sang petahana sejauh ini seperti tidak memiliki cara jitu untuk mengalahkan Ahok. Cara-cara dari zaman purba masih dipakai, amunisi-amunisi mereka hanya menggunakan pelor, disaat pertahanan sang petahana sudah menggunakan tank. Senjata mereka masih mengguanakan pistol air dibanding petahana yang sudah menggunakan senjata laser.
Seharusnya mereka belajar dari sejarah, pencitraan tingkat dewa SBY ketika itu membuat Megawati termehek-mehek atau jurus operasi senyap yang Jokowi-Ahok pakai ketika melucuti kumis Fauzi Bowo, atau yang terbaru tehnik tikungan terakhir Jokowi untuk membocorkan Prabowo.

Strategi pertama

Pencitraan atau personal branding, ini merupakan rahasia umum untuk memasarkan sebuah produk baik berupa barang ataupun orang. Barang atau orang yang ingin dipasarkan harus unik, memiliki pembeda dari produk lain sehingga pelanggan/pemilih mempunyai alasan untuk menyukai produk tersebut. Mantan presiden SBY memiliki personal branding sebagai tokoh yang tenang, terlihat bijak, kata-katanya sopan dan yang terpenting santun, itulah citra yang sudah dibangun oleh SBY. Plus SBY sangat memahami karakter masyarakat Indonesia yang sebagian besar hatinya mudah iba, simpati atau kasihan ketika melihat tokoh yang menjadi korban, teraniaya, atau pun didzolimi. 

Oleh sebab itu SBY sangat cerdas sekali menempatkan dirinya seolah-olah menjadi korban (Playing Victim), masih ingat ketika pilpres SBY mengkondisikan sedang didzolimi oleh Megawati, lalu ketika curhat ada teroris yang menjadikan fotonya sasaran tembak, lalu ketika undang-undang pemilihan daerah, dan sebagainya dan sebagainya? 

TOP, SBY sangat jago mengganti topengnya. Beda lagi dengan personal branding dari presiden kita saat ini pak Jokowi yang sangat terkenal dengan blusukannya, sebentar blusuk ke sini sebentar blusuk ke sana, lalu dengan pakaian yang sederhana dan apa adanya beliau terkesan dekat dengan masyarakat mau mendengar masyarakat, dan tagline pilpres kemarin ‘Jokowi adalah kita’ merupakan tagline yang Jenius.

Kemudian saat ini pak Ahok sang gubernur petahana terkenal dengan ketegasannya, kata-katanya yang keras bahkan cenderung kasar. Isi toilet, kebun binatang, bajingan, maling serta nenek pun pernah keluar dari mulutnya untuk menyerang lawan-lawannya. Branding transparan dan anti korupsi pun sudah melekat benar dalam diri Ahok, hal ini diperkuat juga dengan penghargaan anti korupsi yang diterimanya beberapa waktu lalu.

 Beberapa tokoh lain seperti walikota Surabaya Ibu Risma memiliki branding dengan kepeduliannya lalu ada juga Pak Ridwan Kamil dengan keahliannya sebagai arsitek yang dipertegas juga dengan taman-taman yang sudah Ia bangun di Bandung. Mereka memiliki keunikan/keistimewaan di dalam diri mereka yang berhasil mereka temukan, lalu diperkuat dan dijadikan personal branding.

Ciptakan branding baru atau rebut branding yang sudah ada, misalnya kalo pak SBY terkenal dengan kesantunannya dalam berbicara, maka jika ingin lebih dari SBY cobalah lebih mengatur gaya bicara, irama, rima, tarikan nafas, senyum, kerlipan mata dan tatapan yang memelas jika ingin mendapatkan brand tersebut. 

Pak Jokowi yang terkenal dengan blusukan, jika ingin lebih dari Jokowi cobalah setiap saat blusukan, bangun tidur langsung ke pasar, lalu ke terminal, makan siang ke rumah warga lanjut, ke gorong-gorong, masuk got terus comberan dan berakhir mengambang di kali ciliwung. Atau jika ingin mengalahkan brand Ahok cobalah keluarkan kata-kata yang lebih ekstrim, kalau maling masih kurang ekstrim ganti dengan begal, kalau ta* masih kurang sekalian sama septic tank, dan kalau nenek masih belum cukup mungkin nenek buyut bisa juga dibawa-bawa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline