[caption id="attachment_266977" align="alignnone" width="713" caption="Empat Negara Anggota resmi PBB di Pasifik Yang Mendirikan MSG. Perancis yang saya cantumkan disini hanya sebagai keterwakilan FLNKS dari Kaledonia Baru. (SnapShot dari Wikipedia ID)"][/caption]
PBB hanya akan bersuara ketika anggotanya mengangkat suatu masalah. Ini poin penting. Entah dia negara kecil atau besar, suara anggotanya di dengar. Jelang sidang tahunan Perserikaran Bangsa Bangsa September 2013 mendatang, dari 195 negara anggota, tiga diantaranya menyiapkan draft khusus soal Papua. Vanuatu, Fiji dan Salomon sebagai pendekar Papua di forum dunia ini. Perjuangan Papua di kancah dunia tersebut suatu fakta tersendiri bahwa penanganan negri tersebut belum sepenuhnya terkendali oleh pemerintah Indonesia.
Jaman sekarang, dirikan negara baru suatu kemudahan. Yang susah itu menjalankan kedaulatan negara. Sudan Selatan jadi negara akibat perang saudara. Apalagi Papua yang kini direbutkan dunia? Lalu bagaimana dengan sikap pemerintah mengatasi hal ini, disatu sisi, mengatasi Freeport saja susah sekali.
Rata rata mereka bersuara tentang hak asasi manusia. Sejak tahun 2007, negara Vanuatu yang secara nyata menyuarakan agenda Papua di forum PBB. Namun, jelang sidang kali ini, aplikasi Papua yang di wakilkan WPNCL pada pertengahan Juni lalu, KTT MSG, seperti artikel saya sebelumnya, bahwa kesepakatan penerimaan keanggotaan telah di catat, namun khusus tentang tuntutan penentuan nasib sendiri West Papua dari Indonesia, di tentukan setelah adanya kunjungan menlu MSG ke Jakarta dan Papua.
Namun, niat tersebut justru di kacaukan oleh Indonesia dengan mengundang sendirian perdana mentri Salomon. Rata rata anggota MSG kecewa dengan sikap ini. Rencananya, mereka (Fiji, Salomon dan Vanuatu) akan “pemanasan” masalah Papua di PBB sebelum menyatakan sikap di forum pasifik tersebut pada November 2013.
Menguatnya dukungan bagi Papua karena pemerintahan Indonesia dianggap tak “becus” menangani persoalan Papua. Persoalan pelanggaran ham, dominasi para pendatang yang melebihi penduduk lokal, bahkan lebih strategis lagi adalah perebutan zona dagang antara AS-Cina di kawasan Pasifik yang kian tinggi, memicu menentukan status Papua sebagai koloni didaerah pasifik yang perlu status politik dan kedaulatannya.
Dominasi Koloni
Faktor dominasi orang luar maupun dominasi kekerasan aparat militer RI satu dari segi politis isu Papua yang masih panas sampai hari ini. Selain tujuan utama adalah faktor dominasi perekonomian di Papua. Di lain sisi, paska isu terorisme merebak di dunia, soal soal demokrasi dan hak asasi manusia dianggap sebagai perjuangan bebas hambatan.
Isu Papua di suarakan sebebas mungkin di kalangan negara barat dengan alasan bagian dari HAK dan bukan bagian dari terorisme sehingga tak perlu di kwatirkan.
Misi kemanusian ke Papua sudah ada bahkan meningkat. Kerap kali PBB melalui komite kemanusiaan melayangkan protes kepada pemerintah RI. Intervensi dunia menguat seketika wartawan Amerika, Allan Neirn, yang pernah mempublikasikan masalah Timor Leste ini berhasil membongkar data rahasia komando pasukan khusus (KOPASSUS) tentang Papua. Merebak sudah suara dukungan bagi Papua terkait ini.
Jumlah jiwa orang luar yang menghuni bagian barat pulau Papua pun mendapat tanggapan serius dari kalangan pejuang hak hak pribumi di belahan dunia. Data statistik kependudukan di cerna dan di ikuti tahun per tahun.
Saya pikir, sejarah persebaran penduduk dari Jawa ke luar daerah bukan hal baru. Jaman koloni Belanda, ada ribuan saudara dari Tanah Jawa bepergian keluar dan kini menjadi warga negara disana. Sebut saja Warga Suriname, Kaledonia Baru, bahkan Australia sebagai dream land yang di utarakan dalam novel “Seruni”.
Terakhir fenomena transmigrasi di Papua yang pada jaman Suharto berlaku sebagai kebijakan negara RI, sekarang sudah tidak ada lagi, namun kedatangan “tak resmi” mereka sebagai bagian dari mendapatkan tempat kosong untuk menata hidup. Dan mereka ada di disini bersama penduduk Papua.
Dari 20 distrik di daerah kabupaten Merauke, 16 distrik itu pendatang, hanya 4 distrik saja yg mayoritas orang asli Papua yaitu mereka menetap di kepulauan Fredrik Hendrik dan kimaam. Pulau terpisah dari daratan Merauke salah satunya di Pulau Waan (ekornya Papua Barat) disitu ada 8 kampung dan semua orang asli Papua. Mereka mirip orang Aborigin di Australia.
Data BPS Kabupaten Merauke 2013, penduduk asli tidak sampai 20% dan 80,9% pendatang. Sebagaimana pada data milik Kopassus tahun 2007 yang di bocorkan oleh Allan Neirn, bahwa untuk sekitar Jayapura saja, perhitungan jiwa sesuai suku, orang asli jauh berada dibawah saudara kita dari Jawa. Sedangkan Jumlah penduduk menurut agama. a) Islam : 139.546 jiwa, b)Katolik : 50.799 jiwa, c)Protestan : 117.984 jiwa, d)Hindhu : 2.504 jiwa, e)Budha : 2.404 jiwa. Jumlah penduduk menurut suku: a)Batak : 14.490 jiwa, b)Sunda : 11.171 jiwa, d)Jawa : 66.222 jiwa, d)Madura : 12.185 jiwa, e)Bali : 8.200 jiwa, f)Makasar : 20.300 jiwa, g)Manado : 8.000 jiwa, h)Ambon : 8.900 jiwa, i)Buton : 7.350 jiwa, j)Papua : 25.638 jiwa. Tahun 2013 tentu meningkat dari yang ada.
Gambaran daerah yang dianggap koloni dari segi kependudukan dan pengaruh resistensi militer kemudian disuarakan oleh siapa saja yang mengembosi Papua. Kerap kali anggota Kongres AS dari Samoa menyatakan hal tersbut juga. Pada perhelatan resminya, 2008 silam, dia mengetuk hati pemerintah Indonesia soal Papua. Bahkan, paska dukungan tersebut, kini ruang Papua hendak di konkritkan pada semangat Melanesian Spearhead Group.
Alasan alasan diataslah kemudian di dorong menjadi kenyataan bahwa Papua itu ada masalah yang perlu penyelesaian bersama. Disatu sisi, pemerintahan SBY Budiono yang mendapat sorotan untuk melakukan upaya menyelesaikan masalah Papua dengan jalan damai. Toh, bukan saja penduduk primbumi di sini, saudara kami dari luar pun bersama kami sehingga perhatian solutif negara untuk Papua perlu di konkritkan.
Sebab Otsus sudah di “Mumikan” dan tak berdaya lagi, maka perlu tindakan nyata. Jika saja otsus yang saya nyatakan sudah MUMI itu tak masuk akal, kenapa persoalan Papua terus di persoalkan dunia sampai saat ini, padahal pemerintah sudah jelaskan otsus panjang lebar.
2013 PBB Menyambungkan Papua.
Sudah saya kemukakan diatas siapa saja anggota PBB yang nanti bersuara. Aplikasi HAM dan demokrasi sebagai argumentasi utama. Dukungan ini belum mendapat tanggapan resmi pemerintah Indonesia. Bagi Jakarta, suara Papua yang kumandangkan negara luar hanya datar datar saja sehingga tak perlu di tanggapi serius.
Di satu sisi, pemerintahan RI paska Sukarno seakan tidak punya mentalitas kenegarawanan yang mampu menyatakan keindonesiaan di manapun. Berada dibawah genggaman “komprador AS”, negri ini pada masa lepasnya Timor Leste tak bisa buat apa apa seketika tekanan tajam dari IMF soal utang luar negeri. Pinjaman utang dicairkan asalkan lepas Timtim. Sejarah pahit justru tak menjadi pelajaran bagi Papua.
Meja PBB kian terbukan bagi Papua juga karena faktor ekonomi kawasan. Selat Timor yang menjadi endapan minyak pontensial, di sinyalir sebagai rebutan negara Australia dan kini jelas Ausie yang kelola. Beralih ke Papua, dengan hadirnya misi AS-Cina di regiona Pasifik Selatan dan Utara, memicu eskalasi Politik negara Papua meninggi. Hadirnya MSG dibawah naungan Cina. Sedangkan Amerika dengan keinginan besar eknpansinya, rute Pasifik dibawah kontrol Amerika dari Australia dengan mendirikan tandingan bernama PTTS.
Hegemini ekonomi tak bisa dibendung lagi. AS misalnya, keberhasilan negara ini dengan proyek Freeport di Papua, satu kenyataan yang tak terbantahkan lagi. Cina dengan pola menyusup di segala lini dan memilih daerah aman sebagai tempat bersaham. Dinamika ekonomi dari dua kekuatan dunia menetukan sikap politik regional, daerah Papua yang kaya, tentu tak luput dari serbuan ekonomi dunia.
Satu satunya fakta dukungan negara terkait masalah Papua di forum PBB, puncaknya di tahun 2013, bulan September ini. Vanuatu dengan rivalnya negara Melanesia raya, mengangkat sama sama Papua. Diperkirakan hubungan diplomatik kian panas paska SU PBB. Penentuannya berujung pada pemutusan diplomatik. Bila kedutaan besar negara dimaksud tak ada lagi di Jakarta, disitulah puncak dari keruhnya hubungan diplomatik RI dengan negara pasifik. Kebangkitan negara di region pasifik tak terlepas dari upaya anggota DPR AS dari Samoa. Dialah yang membuka kran ekspansi AS ke Pasifik. Walaupun kini berbenturan dengan MSG, namun segala upaya tetap dilakukan.
Demikian jalannya Papua dikemudian hari, baik di forum PBB maupun dinamika sosial politik yang telah saya tuliskan diatas. Poin penting dari segalanya adalah bagaimana dunia bersikap tentang masalah Papua. Dan bagaimana menangani Papua ditengah kepungan ekonomi Pasar bebas.
Perlu di ketahui, sampai sekarang fonema Papua ini meningkat karena sejumlah kepentingan dan aktor yang muncul. Allan Neirn dengan misi bongkar dokumen rahasia, Eni F. Falaemavaega dengan kapasitasnya sebagai anggota senator negara adidaya, lalu kemdian, negara pasifik yang mencantumkan Papua pada aplikasi zona dagang ekonomi, hingga perburuan daerah kekuasaan ekonomi strategis antara AS dengan Cina.
Bahkan, pemerintah RI yang menganggap Papua tak bisa di ganggu gugat dengan alasan bagian integral, sampai dengan regulasi otsus, padahal mereka (pemerintah RI) sendiri atasi Freeport saja masih lembek. Otsus itu dianggap sukes bila sejarah Freeport mampu di atasi negara ini.
[caption id="attachment_266978" align="alignnone" width="730" caption="Aktor Sentral Papua Eni F. Yang punya komunikasi dekat dengan Obama dan SBY (Snap Shot dari Citizen Indonesia)"] [/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H