Sidang perdana kasus penyerangan Lembaga Pemasyarakatan Cebongan, menewaskan 4 tahanan titipan polda DIY, yang dilakukan 12 anggota Grup 2 Kopassus Kandang Menjangan Kartosuro, Solo, digelar hari ini di Yogyakarta, Kamis 20 Juni 2013. Dalam dakwaannya, Odmil Letkol (Sus) Budiharjo menjerat Serda Ucok Tigor Simbolon, Serda Sugeng Sumaryanto dan Koptu Kodik dengan dakwaan primer telah melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang diatur dalam pasal 340 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dengan ancaman hukuman mati.
Harapan kita semua pada kasus ini adalah keadilan bagi semua. Khususnya bagi mereka yang tewas dalam lapas maupun para terpidana. Rasa adil harus lahir dari momentum peristiwa cebongan. Dewi keadilan dari atas atap lembaga pemasyarakatan Cebongan pun harus memastikan hak hak hukum manusia yang berpekara maupun keluarga korban.
Sidang perdana ini mendapat perhatian luas dari publik Indonesia. Termasuk pula sekelompok orang yang datang mendoakan agar para terdakwa diberi keadilan. Bahkan, muncul sosok wanita berpakaian serba putih dengan mata yang ditutup kain transparan. Tangan kirinya membawa timbangan lambang peradilan dan di tangan kanannya membawa pedang yang terbuat dari kayu. Wanita ini bilang "Saya datang ke sini untuk memberikan dukungan moral kepada Kopassus yang memberi rasa aman bagi masyarakat Yogyakarta, telah menumpas preman yang merugikan masyarakat Yogya," kata wanita itu kepadaVIVAnews. Lihat gambarnya di link berikut
Penegakan hukum sejalan pula dengan penegakan hak asasi. Rasa keadilan adalah kunci dari aturan aturan tersebut. Walaupun muncul pandangan pandangan bahwa preman harus diberantas, ataukah prajurit kopassus ini tidak pada tempatnya bereaksi suatu komando. Persepsi tersebut merupakan suatu anomali hukum yang sah sah saja dari sudut pandang masing masing dan latar belakang seseorang memandangnya.
Persoalan cari makan di bumi Indonesia tak terbantahkan. Apa saja dilakukan orang untuk bertahan hidup. Kapitalisme pun jauh jauh kemari mengeruk kekayaan alam Indonesia demi kenikmatan segelintir manusia manusia rakus. Karna begitu menggiurkan, kadang almamater dipertaruhkan.
Di jogja, selama saya berada disini, bahwa lahan lahan bisnis tak begitu menggiurkan seperti di Papua sini. Kadang kisruh sering terjadi di pusat pusat bisnis hiburan malam atau tempat mangkal geng tertentu. Uang keamanan, bisnis parkiran, jatah gono gini. Bukan saja Jogja yang ada praktik demikian, tapi sebagian kota kota besar pun praktik tersebut bukanlah hal tabu.
Praktik liar yang berujung pada tragedi kemanusiaan perlu mendapat perhatian serius dari negara. Ketimpangan ketimpangan yang terjadi akibat pemupukan modal dari segelintir orang saja, mengakibatkan orang lain harus berupaya jalan sendiri, melakukan apa saja, demi hidup.
Kini Daerah istimewa Yogyakarta mencatatkan prestasi baru bagi pengungkapan, transparansi dan tentunya diakhiri dengan putusan pengadilan. Suatu perkara yang didalamnya terlibat para prajurit penting di negara ini. Dewi keadilan pada kasus ini dia sedang berdiri diatas atap Lapas Cebongan, tempat dimana peristiwa tersebut terjadi. Memegang timbangan hukumnya untuk menerapkan keadilan yang sesungguhnya bagi kita sekalian.Keadilan diatas segalanya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H