Lihat ke Halaman Asli

Freeport di Ambang Krisis?

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Polisi curi kabel freeport Papua

Sampai sekarang, masih ada 2 juta ton konsentrat yang hendak dikirim olehFreeport Papua, namun ijin eksport belum final. Pemerintah Indonesia sudah mengeluarkan ijin eksport kepada 29 perusahaan tambang, sementara freeport dan newmont, belum. Jatuh tempo ekspor triwulan pertama 2014, bila lambat dikirim maka terjadi lagi force majeure. Kali ini bukan karena gangguan keamanan atau penutupan tambang, tetapi karena implementasi hukum yang harus dijalankan seluruh perusahaan tambang, baik yang kelas teri sampai kelas kakap.

Aturan sudah jelas. Untuk bangun smelter, tak hanya diatas kertas saja, tetapi wajib setor uang 5 persen dari total investasi satu smelter. Setorannya harus dicatat di bank Indonesia. Pemerintah bilang, harus membayar bid bond (jaminan penawaran) semacam itu, misalnya dia investasi US$ 1 miliar, kira-kira US$ 100 juta merupakan jaminan kesungguhan masuk dalam escrow account, sehingga pemerintah atau Kemenkeu bisa menganggap itu merupakan satu bentuk kesungguhan. Sementara bangun smelter sendiri makan waktu 3 tahun sebelumdioperasikan.

Beda freeport, produsen aluminium terbesar di dunia, Rusal, menerima penerapan hukum Indonesia untuk membatasi ekspor bijih mineral dan akan membangun kilang untuk mematuhi undang-undang baru negara ini. Perkembangan tersebut tak berlalu dari para pakar bisnis dunia. Mereka bilang, hukum telah menyuarakan keprihatinan di kalangan penambang global, tetapi CEO Rusal Oleg Deripaska, mengatakan ekonomi yang stabil di Indonesia memungkinkan negara untuk melakukan transisi dari pertambangan untuk pengolahan nilai yang lebih tinggi.

Freeport McMoRan (FCX) dan Newmont Mining (NEM) mengatakan, kewajiban untuk memproses tembaga dengan tingkat kemurnian yang lebih tinggi, bagi mereka tidak layak secara ekonomi, apalagi soal aturan pajak ekspor konsentrat tembaga, menurut perusahaan AS tersebut, melanggar kontrak mereka dengan pemerintah.

Sampai triwulan pertama tahun ini, mau tidak mau jutaan konsentrat harus dikirim, dan bersedia bayar pajak ekspor baru 25 % yang dapat terus meningkat hingga 65 % sampai 2016. Nah, ada kekhawatiran untuk Freeport-McMoRan sehingga terus melakukan pembicaraan yang diulang-ulang. Dari segi permintaan pasar, ada kendala akibat harga tembaga rendah karena over-supply dan penurunan permintaan dari China, yang menyumbang 40 % dari konsumsi tembaga dunia.

Dari segi pajak yang dikenakan pada perusahaan, bila berhasil eksekusi, total pemasukan dari freeport sampai tahun 2016 mendatang, membayar sekitar $ 5 miliar sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Penerapan aturan negara oleh pemerintah Indonesia, bagi freeport, jelas merupakan pengeluaran besar bagi perusahaan. Namun, berbagai kalangan mengatakan, kerugian dari larangan akan jauh lebih besar dari pembayaran ini. Maka itu, menerima aplikasi dari pemerintah Indonesia lebih menguntungkan daripada tetap keras kepala minta keringanan pajak/bertahan dalam KK.

Mengingat penghasilan tambang tembaga dari Indonesia selama tahun 2013, tambang Grasberg di Indonesia menyumbang 27 persen dari total produksi seluruh cabang-cabang freeport di dunia. Namun, untuk saat ini perusahaan telah mengagendakan pengiriman atas ekspor tembaga sembari melakukan negosiasi dengan menagih pemerintah Indonesia agar menaati perjanjian karya (KK).

Perlu diketahui juga, perusahaan pusat (FCX) telah mengambil sejumlah besar utang untuk membiayai akuisisi dan ekspansi di tahun lalu dan utang meningkat sebesar 82 persen. Hal ini telah menyebabkan tingginya biaya bunga. Perusahaan berencana untuk mengurangi utang menjadi $ 12 miliar dari, saat ini $ 20 miliar menjelang akhir 2016, dimana freeport harus lebih meningkatkan margin keuntungan perusahaan.

Dibawah ini, salah satu kasus dari bayaknya kasus yang timbul semenjak negosiasi freeport-RI

[caption id="attachment_297791" align="alignnone" width="632" caption="Brigadir Jhon Karases, Bripka Gunawan, dan Bripda Yam Saul Talibaba ditangkap setelah mencuri kabel di areal perusahaan pertambangan, Freeport, di Timika, Kabupaten Mimika, Papua, Jumat, 21 Februari 2014. Mereka kini ditahan di Rumah Tahanan Polres Mimika. Menurut Kapolda Papua, Irjen Polisi Tito Karnavian ketiga anggotanya diduga mencuri di sekitar Bandara Moses Kilangin, Timika. "][/caption]




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline