Lihat ke Halaman Asli

Noken Bawa 13 Orang Wakil Bumi Papua

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemilu legislatif telah berlalu, 13 orang terpilih mewakili rakyat di bumi Papua (Papua-Papua Barat). 10 dari dapil Provinsi Papua ditambah 3 dari dapil Papua Barat. Saya sebut dipilih karena punya alasan. Sistem noken yang berlaku di Papua memberi peluang kepada parpol untuk menentukan siapa orang mereka yang berhak mewakili Tanah Papua ke pusat. Sistem noken juga beri peluang kongkalingkong di KPU setempat untuk mencoret suara terbanyak dan menaruh suara kepada yang punya uang banyak. Tak salah, wakil rakyat periode 2014-2019 dari bumi Papua, sebagian besar merupakan manusia titipan saja, bukan dipilih rakyat.

Praktik dari pemilihan suara dengan cara noken, pada pileg 2014 ini, suara dari warga Papua yang menyumbangkan kepada caleg tertentu, tiba-tiba lenyap di administrasi KPU provinsi, baik Papua maupun Papua Barat. Pelaksanaan pemilu pun, TPS di pedalaman yang punya suara terbanyak, hanya diberi kertas suara kosong tanpa nama caleg, dengan maksud, setiap bupati berhak menentukan siapa yang masuk ke DPRP, DPRD. Bagi-bagi suara di Papua dibuat demikian dengan alasan kondisi geografis dan budget yang minim.

Sudah melanggar aturan, konsensi politis via pemilu di daerah ini dianggap hal biasa. Apalagi dengan mekanisme noken. Ada ribuan suara yang dikirim via noken ke KPU, entah itu dalam bentuk kertas suara maupun noken kosong dengan kertas tertulis sekian suara untuk ini dan itu. Siapa yang mau sibuk dengan mekanisme pemilu disini, yang penting para pemangku kepetingan bagi-bagi kue, selesai dan pemilu dinyatakan sah. Apalagi, parpol diberi hak untuk menentukan siapa yang lolos sesuai jumlah suara.

13 Wakil dari bumi Papua diantaranya,

Provinsi Papua:

Sulaiman L. Hamzah, dari Partai Nasional Demokrat (NASDEM) dengan perolehan 80.63 suara; Peggi Patrisia Pattipi dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dengan perolehan 106.371 suara; Muhammad Yudi Kotouky dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dengan perolehan 99.914 suara;

Komaruddin Watubun dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dengan perolehan 120.723 suara; Tony Wardoyo dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dengan perolehan 136.642 suara; Elion Numberi dari Partai Golongan Karya (GOLKAR) dengan perolehan 83.374 suara; Roberth Rouw dari Partai Gerakan Indonesia Rayat (GERINDRA) dengan perolehan 128.598 suara. Libert Kristo Ibo dari Partai Demokrat dengan perolehan 166.734 suara; Willem Wandik dari Partai Demokrat dengan perolehan 178.682 suara; Jamaluddin Jafar dari Partai Amanat Nasional (PAN) dengan perolehan 91.179 suara.

Provinsi Papua Barat:

Untuk menentukan parpol mana yang mendapat kursi DPR, total suara sah parpol sebesar 573.725 dibagi 3 sesuai jumlah kursi DPR yang menjadi jatah Dapil Papua Barat. Hasilnya diperoleh angka Bilangan Pembagi Pemilih (BPP) sebesar 191.241. Dengan BPP 191.241, berarti tidak ada parpol di dapil ini yang perolehan suaranya mencapai BPP. Maka, pembagian kursi DPR langsung ditentukan berdasarkan perhitungan tahap kedua, dimana 3 kursi dibagi tiga parpol yang meraih suara terbesar. Hasilnya Golkar, Demokrat, dan PDIP masing-masing meraih 1 kursi DPR.

Jatah 1 kursi Golkar diraih caleg nomor urut 1 Robert Joppy Kardinal, satu kursi Demokrat diraih caleg nomor urut 1 Michael Watimena, dan satu kursi PDI Perjuangan diraih caleg nomor urut 1 Jimmy Demianus Ijie.

Dari 13 wakil Papua ke Jakarta ini, tentu ada penyelamat, ada penyusup/titipan. Mereka orang-orang yang dibeking sejumlah perusahaan maupun kepentingan ekonomi di Papua. Sebut saja Robert Kardinal-mafia HPH di Papua yang masih lolos ke senayan. Siapa pengusaha yang tak kenal beliau. Berkecimpung di dunia usaha, urusan investasi/investor untuk usaha tertentu, di wilayah Papua maupun Papua Barat, tentu dialah pemerannya. Misi ke Senayan tentu untuk memegang kendali atas apa yang telah dirinstis. Kemudian, ada sosok namanya Tony Wardoyo, dekat dengan pengusaha Edward Soerajaya maupun James Ryadi, pentolan ini disisipkan ke Papua demi mengamankan aset bisnis konglomerat semata.

Secara keseluruhan, fenomena caleg dari Papua yang lolos, tidak semudah berdasarkan pilihan. Tetapi ada praktik maen mata. Entah karena pertimbangan politis, ekonomi dan kepentingan dibalik itu, maka inilah 13 orang yang nantinya mewakili suara Papua di senayan. Suara papua bukan hanya sosial kemasyarakatan, tetapi lebih dari itu, join-join ekonomi ke Papua, tentu mereka punya peran.

Fenomena yang tak jauh beda dengan cara Indonesia membangun Papua selama periode otsus bergulir. Bayangkan, infrastruktur penampung gas alam cair dari Papua sudah rampung di Lampung. Penampung tersebut mengalirkan distribusi gas ke pulau Sumatera dan Jawa melalui pipa, sementara sebagian distrik/kampung di seputar LNG BP di Bintuni Papua Barat masih gelap gulita, bahkan kelangkaan BBM pula.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline