Puncak dari pencarian bakat penyanyi muda Indonesia tadi malam (23 Mei 2014), grand final yang disiarkan langsung oleh RCTI itu, kemudian hadir salah seorang capres RI. Sejak itu pula, admin kompasiana merasa geram sehingga memilih artikel yang cenderung tidak pro pencarian bakat sebagai pilihan mereka. Diantaranya dua artikel ini (1, 2).
Isi dari dua artikel tersebut jauh dari peradaban sejatinya acara tersebut. Mereka pada lupa bahwa kontes Idol adalah pencarian bakat. Bukan hanya Idol, stasiun tv lainnya juga ada. Masalahnya, ide-ide yang meleset jauh dari esensi acara itu, pasca grand final idol, malah oleh admin kompasiana ditaruh di HL dan TA.
Tak hanya admin yang saya maksud geram disini, tetapi warga kompasiana yang mengulas ide mereka disini pun, lupa juga tentang pencarian bakat. Dari dua artikel yang saya baca, tak satupun memberi dukungan kepada ide menggali bakat terpendam di Indonesia dalam dunia tarik suara. Mereka lebih memilih pemikiran politis dibalik acara itu sebagai ulasan mereka. Sesuatu yang jauh dari esensi pokok.
Kompasiana adalah media warga, ide-ide yang ditulis disini kemudian di kontrol oleh orang-orang profesional (makan garam) dalam bidang jurnalistik. Disinilah warga dengan bebas menyampaikan apa yang dia tau, dia lihat, dia rasakan. Ruang menulis opini dan reportase, begitu mudah disiapkan disini. Tergantung penggunanya yang disebut jurnalis warga dalam memakai ruang seperti ini.
Kembali pada acara grand final, politisasi dibalik pencarian bakat justru laku dijual ke publik. Ocehan-ocehan murah meriah itulah disukai. Suatu pendidikan yang tak bermutu untuk dicerna. Boleh saja bebas menyampaikan pendapat, tetapi esensi pokok dari sesuatu, perlu dilihat. Indonesia Idol adalah ruang pencarian bakat menyanyi, disinilah esensinya. Terlepas dari ruang itu ada unsur politis atau ekonominya.
Prabowo di grand final idol bikin admin kompasiana geram, karena artikel yang jauh dari wacana pencarian bakat oleh admin ditampilkan disini. Dua artikel yang jauh dari esensi itu karena sama-sama menohok sosok capres yang hadir.
Artikel (HL) mengkritisi media tak independen dengan singgung Prabowo di grand final idol RCTI, tetapi tidak mengulas peran media dalam mencari bakat penyanyi. Kemudian artikel satunya lagi, menulis idol ditunggangi politik, dan menganggap idol tak layak dibanding pencarian bakat di tv lainnya. Padahal, dia sendiri tidak tau idol sudah 10 tahun mencetak penyanyi muda.
Segala sesuatu menjadi blunder, jauh dari esensinya ketika orang membawa-bawa kepentingan politis tertentu, dalam memandang fenomena yang ada. Bagi saya, kehadiran Prabowo pada grand final hanya sebatas dukungan dia terhadap pencarian bakat yang dilakukan manajemen MNC Grub. Kecuali acara itu ilegal di Indonesia, apa boleh buat kita semua marah karena diluar prosedur hukum nasional.
Bicara soal bakat muda, saya pernah diskusi sambil lalu dengan salah seorang kontributor kompas Papua. Dia bilang, kawan mending kita gali hal baru yang kreatif yang ada di Papua. Semenjak itu, dalam liputan dia soal Papua, cenderung kepada kreatifitas asli, dia mengangkat kreatifitas orang-orang disini ke dunia. Disinilah saya belajar, bahwa seharusnya, hal semacam itu pantas didukung. Tak salah ketika pencarian bakat di Idol, saya pun menyumbang 4 artikel sebagai bagian dari memberi dukungan kepada penyanyi muda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H