Lihat ke Halaman Asli

Ada Apa dengan (Perempuan) Jawa?

Diperbarui: 28 September 2016   15:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi pribadi

Proses Jawanisasi

Ketika seseorang melangkah menuju dunia baru bernama pernikahan, sebagian hidupnya pasti tidak seutuh dulu lagi. Perubahan pola hidup dan pola pikir pasti terjadi. Perubahan kerap membuat kita ketakutan. Sebab, ia akan membawa kita meninggalkan zona nyaman untuk masuk ke dalam kawasan baru yang sering tidak kita ketahui sama sekali. Ada apa di sana? Apakah kita akan menjadi lebih baik, atau malah lebih buruk?.

Betul, sebagian orang pasti akan bertanya-tanya seperti itu ketika akan melangkah ke jenjang pernikahan. Namun sebuah pernikahan mustahil untuk tidak dilalui oleh seseorang karena hal itu merupakan sebuah kepastian hidup. Sama halnya dengan budaya. Sebelum budaya India masuk ke Nusantara, sebenarnya orang Jawa sudah memiliki landasan budaya yang kuat.

Ketika budaya India masuk ke dalam masyarakat Jawa maka kebudayaan meningkat, pengetahuan tentang aksara mulai dikenal sehingga banyak ditemukan sumber tertulis. Prasasti merupakan sumber tertulis yang paling banyak membantu dalam penyusunan sejarah selain sumber tertulis berupa kitab menceritakan sejarah.

Berdasarkan data prasasti yang ada, dulu masyarakat Jawa tidak serta-merta menerima budaya India begitu saja. Hal ini dapat dilihat contohnya dari aspek jumlah prasasti yang berbahasa Jawa Kuna lebih banyak dibandingkan dengan prasasti berbahasa Sanskerta.

Ya, pada waktu itu kebudayaan Hindu yang berasal dari India harus mengalami proses adaptasi dengan kebudayaan setempat (Jawa). Selain dari aspek tertulis, bentuk adaptasi tersebut dapat dilihat dari seni pahat atau sering disebut relief yang ada di candi-candi. Relief cerita yang ada di candi pada umumnya didasarkan pada cerita Ramayana dam Mahabharata. Namun, ada pula relief cerita yang didasarkan pada kisah lokal, contohnya Sri Tanjung.

Pada setiap suku bangsa di Indonesia ini pada dasarnya terdapat kekhasan budaya yang dapat dilihat pada bahasa beserta ungkapan sastra mereka, serta pada berbagai wujud ekspresi seni khas mereka, baik yang berupa seni tari, seni musik, maupun seni rupa.

Di dasar ungkapan-ungkapan seni yang beraneka ragam ini terdapat kaidah-kaidah keindahan yang khas pula. Dengan kata lain tata nilai orang Jawa sebenarnya sudah mapan dan selalu identik dengan kata achievement (pencapaian), disiplin tinggi, dan penegakkan kehormatan. Namun, itu semua tidak dapat menjadi aktual apabila tidak didahului dengan upaya nyata untuk saling diperkenalkan dengan ekspose contoh-contoh nyata.

Perempuan Jawa

Ada apa dengan budaya Jawa?, mungkin pertanyaan ini sudah lama terpatri di hati masing-masing individu ketika menyaksikan sebuah fakta, bahwa ada anak muda yang masih gagap mengenakan bĕskap, selalu dicemooh orangtua ketika berusaha belajar mengenakan blangkon, kebaya dan selendang. Lantas mengapa sekarang orang Jawa menertawakan budayanya sendiri?. Kini yang perlu kita cermati bersama ketika "keterasingan" itu terus berlanjut, sebenarnya apa kiranya kontribusi kebudayaan Jawa oleh orang Jawa kepada kebersamaan kebangsaan baru yang bernama Indonesia ini.

Sekarang banyak orang pintar. Banyak orang cerdas. Banyak bacaan telah tuntas mereka terjemahkan. Mereka sudah menerjemahkan apapun dari luar dirinya. Namun sayangnya, mereka justru kesulitan menerjemahkan dirinya sendiri bahwa “Aku orang Jawa”. Orang Jawa yang tidak menggunakan tata cara Jawa seperti orang pinjam baju.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline