Di depan sebuah menara besi di tepi sungai Seine, Paris pukul 9 pagi waktu setempat. Sembilan tahun berlalu sejak kejadian itu. Kejadian mengejutkan yang mempertemukanku dengan seseorang. Seseorang yang telah kucari bertahun-tahun lamanya hanya untuk berpisah kembali. Francois. "Bonjour, mademoiselle" sapa seorang laki-laki rupawan berperawakan tinggi. "Oh, I'm sorry i cant speak france," kataku tergagap sambil menggelengkan kepala. "Oh American girl isnt?" balasnya. "Hm, not 100% i guess," Dan itulah pertemuan pertama kami di depan menara besi yang menjulang setinggi 324 m. Eiffel. Nama laki-laki itu Francois. Dia seorang arsitek sekaligus seorang dosen di sebuah universitas seni. Seorang pria yang sangat menarik dengan tinggi 182 cm berambut coklat tua, dengan 2 lesung pipit yang memerahkan pipiku setiap kali dia tersenyum. Francois. Pertemuan kami 9 tahun lalu terjadi tanpa di sengaja. Sangat Holywood sekali pikirku. Ketika si tokoh utama laki-laki akan selalu bertemu dengan si tokoh perempuan, somehow in accident. Ketika itu, untuk pertama kalinya aku berkunjung ke perancis. Hampir semua negara-negara di eropa pernah kukunjungi. Namun, tidak perancis. Karena pengalaman traumatis yang pernah kualami membuatku enggan untuk menjejakkan kaki di negara yang terkenal dengan romantismenya itu. Sebuah kota yang pada tanggal 14 Juli 1995, tepat pada hari Bastille, seorang pemusik sintesiser perancis, Jean Michel Jarre mengadakan pertunjukkan di menara eiffel. Sebuah konser gratis yang disponsori oleh UNESCO. Dengan sekitar 1,5 juta orang hadir di Champ de mars menyemarakkan konser untuk kepedulian tersebut. Sampai suatu kali, atas undangan seorang kawan lama mengharuskanku baik hidup atau mati untuk pergi ke Paris, Perancis. Setelah menguatkan diri dengan Yoga selama seminggu penuh akhirnya aku memutuskan untuk pergi. Dengan harapan 2 hari di paris akan berlalu dengan singkat. Seperti yang telah kukatakan tadi, pertama kali aku bertemu Francois terjadi secara tidak disengaja. Petang itu, Francois yang sedang menjadi guide bagi kawan-kawannya memintaku untuk mengambil foto mereka, di menara Eiffel. Ya kejadian yang sangat standar seperti cerita novel atau opera sabun. Waktu itu, entah kenapa terjadi kebakaran di puncak menara. Seluruh menara dikosongkan. Dan karena panik kamera milik Francois yang kugunakan untuk mengambil gambar terjatuh dan rusak. "Oh, NO! I'm so sorry," jeritku. "Just forget it, lets go down now," kata Francois sambil menarik tanganku untuk segera turun menyelamatkan diri. Tepat pada hari itu 22 Juli 2003 pukul 19.20 malam, selama 40 menit api berkobar di puncak menara. Selama 40 menit itulah aku mengutuk diriku yang telah bertindak ceroboh. Yang membuatku tidak bisa sesegera mungkin pergi dari kota terkutuk ini. Sepertinya harapanku untuk tidak berlama-lama di kota tersebut pupus sudah. [will be continued] Arkanhendra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H