Lihat ke Halaman Asli

Inilah Benteng yang Menjadi Simbol Kejayaan Pekalongan

Diperbarui: 11 Februari 2018   16:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokumentasi pribadi

Pada logo Kota Pekalongan, pada bagian atas adalah gambar benteng. Di mana benteng itu sekarang? Secara fungsi memang sudah tidak tidak ada. Namun secara fisik masih ada dan sekarang berubah fungsi menjadi rumah tahanan negara (rutan).

Awal mula berdiri Benteng Pekalongan tidak terlepas dari adanya Perjanjian Giyanti yang salah satunya berisi berkurangnya wilayah kekuasaan Kerajaan Mataram di pesisir Pulau Jawa yang dikuasai VOC, termasuk di Pekalongan. Kemudian terjadi perlawanan warga tionghoa terhadap VOC pada 1740-1742 di Batavia (Peristiwa Angke) dan merembet ke daerah lain. Akibatnya Perang Jawa I ini mengorbankan banyak warga Tionghoa terbunuh namun berhasil merebut benteng-benteng VOC.

Untuk menumpas pemberontakan itu VOC memperkuat pertahanan dengan membangun benteng di daerah bugisan Pekalongan. Benteng itu dalam bahasa belanda disebut Fort Peccalongan. Seorang pelukis Denmark yang menjadi pasukan VOC, Johannes Rach, pernah melukis fisik benteng pekalongan dari dua sisi pada tahun 1775. Sekarang lukisan itu tersimpan di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI).

dokumentasi pribadi

Menurut anggota Komunitas Haritage, Dirhamsyah, benteng dibangun untuk mengawasi pelabuhan yang ada di krapyak. Kapal-kapal yang masuk lewat pelabuhan dan masuk melalui Kali Loji akan mudah terawasi oleh pasukan VOC dari benteng. Benteng juga untuk mengawasi hutan yang masih mewarnai sebagian besar wilayah Pekalongan saat itu.

"Dulu juga masih ada armada di depannya, sekarang sudah dibangun rumah warga," kata Dirham.

Menurut dokumen yang ditulis oleh Residance Rothen Buhler (1786), penduduk Pekalongan saat itu masih sedikit, lebih banyak jumlah hewan buas di hutan. Penduduk Pekalongan berprofesi dengan bercocok tanam. Sehingga Pekalongan menjadi sentra pangan Kerajaan Mataram, sedang lumbung padi terdapat di Wiradesa.

Tidak berfungsinya benteng terjadi pada tahun 1799, ketika VOC dinyatakan bangkrut kemudian beralih tangan kepada pemerintah Hindia Belanda. Sejak tahun 1950 Benteng Pekalongan difungsikan menjadi lapas (LP II), kemudian berdasarkan surat dari Kementerian Kehakiman tahun 1985 LP II berubah fungsi menjadi RUTAN. Luas tanah benteng Pekalongan 7435 m2 sedang luas bangunan 1720 m2.

dokumentasi pribadi

Upaya pemerintah Pekalongan untuk melindungi bangunan yang bernilai budaya, sudah dilakukan beberapa tahun lalu. Wali Kota Pekalongan, H Basyir Ahmad telah melayangkan surat tukar guling tanah dan bangunan Rutan untuk menjadi milik Pemerintah Pekalongan. Sampai sekarang belum ada angin sejuk dari Kementerian Kehakiman RI untuk menukar guling kepemilikan bangunan bersejarah itu. Padahal volume rutan sudah tidak mencukupi dengan banyaknya napi yang menghuni.

Komunitas Pekalongan Haritege berharap Benteng Pekalongan menjadi bangunan cagar budaya yang peruntukannya digunakan untuk mengembangkan sanggar budaya atau perluasan Museum Batik. Fungsi cagar budaya akan lebih maksimal jika bangunan kuno terbuka untuk aktivitas pendidikan, seni dan budaya.

Benteng Pekalongan telah melalui renovasi sebanyak empat kali. Renovasi pertama pada tahun 1976 dengan membangun gedung kantor untuk lapas. Renovasi kedua dan ketiga pada bagian pagar pembatas blote dan pagar inspeksi dimulai tahun 1989. Terakhir pada tahun 2009 dengan meninggikan tembok penjara, karena pernah terjadi narapidana yang kabur melalui tembok.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline